19 Desember diperingati sebagai tragedi pesawat Silk Air 1997 yang jatuh di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Dikutip dari Harian Kompas, tragedi pesawat Silk Air 1997 menimpa maskapai penerbangan Singapura dengan nomor penerbangan MI-185.
Kejadian tersebut menimpa Silk Air sebelum lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 15.23 WIB.
Akibat insiden tersebut, sebanyak 97 penumpang dan 7 awak pesawat dinyatakan meninggal dunia.
Kronologi Tragedi Pesawat Silk Air 1997
Misteri terkait penyebab pasti kecelakaan pesawat Silk Air masih menjadi tanda tanya besar. Namun, muncul spekulasi yang menyebutkan bahwa ada dugaan pilot bunuh diri.
Dikutip dari WSJ.com, pilot yang menerbangkan Silk Air merupakan warga Singapura berusia 41 tahun bernama Tsu Way Ming.
Tsu Way Ming adalah pilot yang berpengalaman dengan 6.900 jam terbang. Sedangkan co-pilot adalah warga Selandia Baru bernama Duncan Ward.
Co-pilot berusia 23 tahun tersebut juga berpengalaman di usianya. Terbukti Duncan Ward telah mengantongi 2.200 jam terbang.
Jet masih meluncur mulus di ketinggian 35.000 kaki. Namun, sekitar enam menit setelah perekam suara kokpit berhenti, terbang menukik.
Transponder elektronik jet yang menanggapi permintaan lokasi, menunjukkan bahwa pesawat jatuh dari ketinggian 35.000 kaki ke 19.000 kaki.
Sementara itu, jet menukik dengan kecepatan supersonik dan mulai pecah di udara. Beberapa detik kemudian, badan pesawat utama menabrak sungai Musi.
Tragedi pesawat Silk Air 1997 mengakibatkan ekor jet dan bagian lain pesawat putus di udara. Lalu, jatuh ke tanah sejauh dua atau tiga mil.
Peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 16.13 WIB atau 50 menit setelah pesawat lepas landas.
Fakta-fakta Berkaitan dengan Tragedi Pesawat Silk Air 1997
Beberapa fakta berkaitan dengan jatuhnya pesawat Silk Air berhasil dihimpun, diantaranya:
Pesawat hancur berkeping-keping
Setelah dilakukan 18 hari proses pencarian puing-puing dan korban kecelakaan Silk Air akhirnya dihentikan pada 5 Januari 1998.
Merujuk pada jumlah dan volume potongan, pencarian telah mengumpulkan 50 persen dari total bagian badan pesawat.
Untuk jumlah korban yang ditemukan berdasarkan potongan tubuh masih belum didapatkan kepastian. Tim pencari menemukan FDR dan CVT pada 4 Januari 1998.
Korban dan beberapa bagian tubuh yang ditemukan dimakamkan secara massal di area pemakaman Kebun Bunga, Palembang pada 19 Januari 1998.
Pilot bekas pasukan AU Singapura
Fakta selanjutnya, Tsu Way Ming merupakan bekas anggota tim akrobatik Angkatan Udara Singapura. Sang pilot bahkan pernah menjadi anggota Ksatria Hitam elite.
Tsu juga pilot tempur yang memiliki pengalaman dan pernah menjadi instruktur penerbangan berpangkat mayor. Sebelum bergabung, ia dipromosikan menjadi kapten.
Dugaan bunuh diri sang pilot sebagai penyebab kecelakaan
Melansir dari Kompas, tragedi pesawat Silk Air 1997 mengarah pada surface system, memiliki kaitan dengan sistem kontrol.
Salah satu buktinya, bisa ditemukan pada detail microsecond. Pesawat berbobot 56,4 ton jatuh disintegrasi dan menewaskan 104 penumpang dan awaknya.
Namun, ada dugaan lain penyebab kecelakaan pesawat tersebut. Bunuh diri yang dilakukan oleh sang pilot juga memiliki kemungkinan.
Indikasi yang menunjuk Tsu Way sebagai penyebab jatuhnya pesawat Silk Air disimpulkan dari persoalan yang tengah dihadapinya.
Tsu dikabarkan telah kehilangan uangnya di bursa saham. Ia bahkan mengambil polis asuransi jiwa atas namanya yang bernilai jutaan dolar.
Tragedi pesawat Silk Air 1997 ini menjadi pusat perhatian di Amerika Serikat. Terlebih lagi adanya tuntutan diajukan di pengadilan New York.
Melansir dari Wall Street Journal, tuntutan diajukan oleh keluarga Suzan Picariello.
Hasil investigasi
Mengutip dari situs resmi Pemerintah Singapura, KNKT dan berbagai pihak yang terkait, baik CVR dan FDR telah berhenti merekam.
Alat tersebut berhenti merekam sesaat sebelum terjadinya tumbukan. Akan tetapi ada perbedaan waktu antara kedua alat tersebut.
Tragedi pesawat Silk Air 1997 di CVR terjadi pada pukul 16.05, sedangkan FDR mencatat di pukul 16.11.
NTSC menegaskan alat perekam berhenti, akan tetapi tidak menjelaskan penyebab berhentinya. Waktu berhenti kedua alat juga berbeda tidak ditemukan bukti yang mendukung.
Dari semua skenario yang dipertimbangkan, pilot bunuh diri mendekati kebenaran. Ketika investigasi mengungkap masalah keuangan, spekulasi bunuh diri pilot semakin meningkat.
Sepotong Jari Manusia Ditemukan di Perut Ikan, Erat Dikaitkan dengan Korban Pesawat Jatuh
Selain membawa trauma pada orang-orang yang melakukan perjalanan menggunakan pesawat terbang, nyatanya ada ketakutan warga sekitar sungai Musi.
Setelah terjadinya tragedi pesawat Silk Air 1997, beberapa warga enggan memakan ikan di sekitar perairan Musi. Warga khawatir ikan sudah memakan bagian tubuh para korban.
Kekhawatiran semakin menyebar saat ditemukannya potongan jari dan daging manusia di dalam perut ikan yang ditangkap dari sungai Musi.
Lokasi Jatuhnya Silk Air Menjadi Desa Wisata
Saat ini, lokasi jatuhnya pesawat Silk Air dikembangkan menjadi desa wisata. Setiap tahun, keluarga korban tragedi pesawat Silk Air 1997 berziarah ke lokasi jatuhnya pesawat.
Hal tersebut dibenarkan oleh HPI Sumsel yang selama ini mendampingi keluarga korban yang berkunjung. Keluarga korban akan berkunjung setiap tanggal 19 Desember.
Setiap kunjungan biasanya mencapai 30 orang. Namun, untuk setiap 10 tahunnya akan bertambah menjadi 50 orang.
Setiap berkunjung, keluarga korban menginginkan pelayanan hotel bintang 5. Menurut penggiat wisata Sumatera Selatan, belakangan kunjungan terus mengalami penurunan.
Padahal potensi yang bisa dikembangkan dan dikelola dengan baik akan membawa desa wisata Tanjung Mas lebih unggul.
Selain datang berkunjung, keluarga korban pramugari Silk air yang muslim juga membangun masjid Nur Syaibani.
Masjid diberi nama yang sama dengan pramugari korban kecelakaan pesawat. Pembangunan masjid tersebut berasal dari asuransi tragedi pesawat Silk Air 1997.
Namun dikabarkan, masjid tersebut kurang terawat dan tidak terpelihara dengan baik. Jika dikembangkan menjadi aset wisata di pinggir sungai Musi akan menarik karena nilai historynya.
Penggiat pariwisata lokal menginginkan tanggal 19 Desember diadakan event. Jika event bisa dikemas dengan baik oleh desa dan pemerintah daerah, maka akan menguntungkan.
Sebelum ke lokasi pesawat jatuh, para keluarga korban Silk Air terlebih dahulu di berkunjung ke kuburan masal.
Kuburan para korban jatuhnya pesawat Silk Air berada di Kebun Bunga, Palembang. Untuk menuju lokasi tersebut harus menggunakan transportasi air.
Diperlukan speedboat untuk menelusuri Sungai Musi ke arah Sungsang. Waktu tempuh yang diperlukan untuk berkunjung ke Kebun Bunga Palembang sekitar 1,5 jam.
Hal tersebut bisa dimanfaatkan dengan menjadikan jalur wisata Sungai Musi. Terutama wilayah Banyuasin jalur akan diawali dari Palembang Ceria, Tanjung Mas, Sungsang, dan Sembilang.
Tragedi jatuhnya pesawat Air milik Singapura menjadi tragedi besar yang tidak akan terlupakan. Banyaknya jumlah korban dan misteri bunuh diri pilot menjadi perhatian besar.
Tragedi pesawat Silk Air 1997 rupanya juga menjadikan tempat jatuhnya pesawat berubah menjadi desa wisata.