Pembakaran Alquran dalam demo anti Erdogan di Swedia menyedot jutaan kecaman. Aksi tersebut meningkatkan ketegangan Swedia dan Turki demi memperoleh support Ankara.
Support Ankara dibutuhkan kedua belah pihak untuk masuk menuju aliansi militer. Dalam insiden pembakaran kitab suci umat Islam ini, Kementerian Turki mengutuk dengan keras.
Ia menilai insiden pada demo anti Erdogan di Swedia adalah tindakan yang mendiskreditkan umat Islam, berkedok kebebasan berekspresi. Kemungkinan Rasmus Paludan sepertinya akan “ditandai“.
Demo Anti Erdogan Di Swedia Memicu Kemarahan Publik
Insiden pembakaran Alquran diduga sebagai upaya nyata Islamophobia. Pihak Kementerian Luar Negeri sendiri kemudian secara aktif mendesak Swedia untuk mengambil tindakan tegas atas insiden tersebut.
Sementara itu, protes terpisah terjadi di kota yang mendukung Kurdi serta menentang tawaran Swedia untuk bergabung dengan NATO.
Sekumpulan demonstran pro-Turki disebut juga mengadakan rapat umum di luar kedutaan. Dilansir sejumlah sumber, ketiga acara tersebut telah mengantongi izin kepolisian.
Pernyataan mengejutkan justru datang dari Menteri Luar Negeri Swedia, Tobias Billstorm. Ia mengatakan jika provokasi tentang Islamophobia sangatlah mengerikan.
Ia (Swedia) memiliki kebebasan berekspresi secara luas. Namun, Billstrom tidak serta merta membenarkan tindakan Rasmus Paludan saat membakar Kitab Suci Alquran tersebut.
Siapakah Rasmus Paludan dalam Demo Anti Erdogan di Swedia?
Pasca insiden pembakaran Alquran tersebut, nama Rasmus Paludan menjadi viral dan dicari. Ia merupakan seorang pemimpin politik sayap kanan Denmark Garis Keras (DGK).
Paludan yang juga berkewarganegaraan Swedia, sempat menggelar sejumlah demonstrasi di masa lalu yang juga menunjukkan aksinya membakar Alquran.
Pasca kejadian tersebut, Paludan tidak dapat dihubungi melalui email untuk dimintai klarifikasi. Untuk memperoleh izin dari kepolisian, Paludan menyertakan sebuah alasan.
Yakni, memprotes Islam serta upaya Presiden Turki Tayyip Erdogan untuk mempengaruhi kebebasan berekspresi di negaranya, Swedia.
Namun, insiden ini menyedot banyak reaksi keras dari beberapa negara Arab termasuk Arab Saudi, Kuwait serta Yordania.
Arab Saudi, melalui Kementerian Luar Negeri membuat pernyataan yang menyerukan untuk menyebarkan toleransi, nilai-nilai dialog serta hidup berdampingan. Hingga menolak ekstremisme dan kebencian.
Tawaran Bergabung Dengan NATO
Swedia dan Finlandia tahun lalu telah mendaftar menjadi sekutu NATO pasca invasi Rusia ke Ukraina. Tetapi, seluruh (30) negara anggota harus menyetujui tawaran tersebut.
Turki mengatakan jika Swedia harus terlebih dulu mengambil sikap yang jelas terhadap apa yang dilihatnya sebagai teroris.
Utamanya kaum Kurdi serta kelompok yang disalahkan atas upaya kudeta di tahun 2016 silam.
Sebab, dalam demo anti Erdogan di Swedia negara tersebut justru menunjukkan dukungan bagi Kurdi. Yaitu, beberapa kelompok diduga menunjukkan spanduk besar bertuliskan “Kita Semua PKK”.
Tulisan tersebut diduga mengarah pada Partai Pekerja Kurdistan yang dilarang oleh Swedia, Amerika Serikat maupun Turki.
Lebih lanjut Thomas Pettersson selaku juru bicara aliansi dan penyelenggara demonstrasi, mengungkapkan akan terus menentang penerapan Swedia NATO.
Di lain wilayah, Istanbul dilaporkan jika sekitar 200 pengunjuk rasa membakar bendera Swedia di depan konsulat Swedia. Sebagai reaksi atas insiden pembakaran Alquran.
Turki Tunda Kunjungan Menhan Swedia
Disebutkan Turki akan menunda kunjungan Menhan karena ada rencana demo anti Erdogan di Swedia. Di titik ini Pal Jonson selaku Menhan mengungkap akan membatalkan kunjungan.
Pal mengungkap jika rencana kunjungan ke Turki telah kehilangan makna maupun signifikansinya.
Kabarnya, lawatan tersebut bertujuan membahas keberatan Ankara atas upaya Swedia untuk bergabung dengan aliansi militer NATO.
Diketahui, pemerintah Turki murka atas izin yang diperoleh ekstrimis sayap kanan untuk menggelar demo anti Erdogan di Swedia. Tepatnya sabtu malam di depan kedutaan Turki.
Apalagi, dalam demo tersebut terdapat insiden yang membuat marah publik khususnya umat Islam. Menurut sejumlah sumber, Duta Besar Swedia telah dua kali dipanggil dalam sepekan.
Pertama ia dipanggil untuk menjawab video postingan kelompok Kurdi di Stockholm. Postingan tersebut berisi adegan sebuah boneka yang menyerupai Presiden Erdogan.
Boneka yang mirip Presiden Turki itu digantung di sebuah jembatan dekat Balai Kota Stockholm. Sementara pemanggilan kedua ialah terkait insiden pembakaran Alquran.
Swedia dan Finlandia Butuh Persetujuan Turki
Sebagaimana diketahui, Finlandia dan Swedia membutuhkan persetujuan Turki untuk bergabung dengan NATO. Ankara sendiri mengatakan, setiap kemajuan akan bergantung pada langkah Swedia.
Utamanya dalam mengekstradisi pihak-pihak yang dituduhnya melakukan terorisme. Atau berperan dalam upaya kudeta atas Erdogan 2016 silam.
Turki menilai jika Swedia belum cukup melakukan upaya untuk menindak kelompok Kurdi yang dianggap Ankara sebagai teroris.
Terlebih pasca insiden demo anti Erdogan yang berujung pada pembakaran Alquran. Dimana hal tersebut justru membuat Swedia nampak mendukung kaum Kurdi.
RI Mengecam Keras Insiden Pembakaran Alquran
Sebelumnya, RI juga dilaporkan mengecam keras aksi pembakaran Alquran saat demo anti Erdogan di Swedia tempo hari.
Indonesia melalui Kemenlu menyatakan ketidaksetujuan atas tindakan yang dilakukan Rasmus Paludan yang memprotes Turki
Turko disebutkan meminta Swedia untuk tidak lagi melindungi para kaum Kurdi, sebagai syarat jika Swedia ingin bergabung dengan NATO.
Diketahui pula, Swedia ingin bergabung dengan NATO karena ingin masuk menjadi Pakta Pertahanan Atlantik Utara.
Kemenlu RI Menggarisbawahi Tindakan Berekspresi
Kemenlu RI menyebut jika pembakaran Alquran saat demo anti Erdogan di Swedia, telah melukai dan menodai toleransi umat beragama.
Kemenlu RI turut menggarisbawahi upaya kebebasan berekspresi yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Apalagi, aksi tersebut bukanlah yang pertama.
Iran dan Kuwait Ikut Kecam Aksi Pembakaran Alquran
Sumber terbaru menyebutkan jika Kuwait dan Iran juga menyerukan kecaman yang sama dengan RI.
Pasca insiden demo anti Erdogan di Swedia yang berujung pembakaran kitab suci umat Islam, kedua negara ini juga terpantik amarahnya.
Iran melalui Kemenlu-nya Nasser Kanani mengatakan beberapa negara Eropa justru mendukung tindakan tersebut. Yakni, berdalih kebebasan berekspresi yang membiarkan ekstremis dan kelompok radikal menunjukkan eksistensinya.
Kelompok-kelompok ini secara nyata menyebarkan kebencian atas kesucian dan nilai-nilai Islam melalui insiden tersebut.
Kanaani mengungkap meski ada penekanan kuat pada hak asasi manusia dalam Islam, orang-orang Eropa terus mewadahi dengan melembagakan anti Islam dan Islamophobia di masyarakat mereka.
Kanaani menambahkan, penodaan atas Alquran merupakan contoh nyata penyebaran kebencian yang memicu kekerasan terhadap muslim. Serta tidak ada kaitannya dengan kebebasan berbicara juga berpikir.
Harapan Kanaani, Swedia mampu memastikan jika tindakan serupa tidak akan terulang. Bahkan, meminta tindakan ini tak boleh lepas dari jerat hukuman.
Kuwait Ikut Mengirimkan Kutukan Keras
Sama halnya dengan Iran, Kuwait turut mengecam tindakan Paludan yang membakar Alquran saat demo anti Erdogan di Swedia tempo hari.
Kuwait menilai jika peristiwa ini sangat menyakiti umat Islam di seluruh dunia sekaligus merupakan provokasi yang serius.
Menlu Kuwait mendesak komunitas internasional untuk memikul tanggung jawab dengan menyetop tindakan semacam itu serta mengadili para pelaku.
Secara tegas melalui pernyataan, Kuwait menuliskan insiden pembakaran Alquran sebagai “serangan keji”.
Hingga kini belum ada pernyataan langsung dari Paludan terkait pembakaran Alquran saat demo anti Erdogan di Swedia.