Seringkali ada resiko finansial yang harus diwaspadai tetapi sering diabaikan generasi milenial. Padahal, seharusnya di usia dua puluhan generasi ini sudah melek keuangan.
Sepertiga dari generasi milenial memiliki kondisi keuangan yang memprihatinkan, berdasarkan survey The Insider dan Morning Consult di tahun 2019.
Dari penelitian itu dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan yang baik harus dimulai sedini mungkin. Terutama bagi kamu yang sekarang sudah bekerja atau malah berkeluarga.
Artikel ini akan menjabarkan resiko finansial yang harus diwaspadai agar lebih mudah mengambil langkah untuk mengatasinya.
3 Resiko Finansial Yang Harus Diwaspadai Generasi Millenial
Umumnya generasi milenial memiliki keuangan yang buruk karena tidak bisa mengerem keinginan berbelanja, traveling, atau mengoleksi barang bermerk.
Mereka juga tidak takut berutang untuk memenuhi kebutuhan tersier, dan tidak mempersiapkan dana cadangan.
Dengan gaya finansial seperti itu, paling tidak generasi ini akan menghadapi tiga resiko di masa depan:
Berutang dan Kesulitan Melunasinya
Zaman sekarang mudah sekali membuka utang. Tinggal klik barang diinginkan di marketplace dan bayar menggunakan paylater.
Nah, saat waktunya jatuh tempo, barulah sadar bahwa gaji yang diterima sekadar ‘numpang lewat’ untuk membayar cicilan.
Berutang tentu saja boleh, tetapi pola konsumtif seperti ini akan menjerumuskanmu ke dalam kubangan pinjaman tanpa akhir.
Jika tidak dihentikan secepatnya, bisa-bisa aset akan tergerus untuk membayar cicilan beserta bunganya.
Inilah salah satu resiko finansial yang harus diwaspadai. Karena pinjaman sekecil apapun dapat berbuntut panjang, apalagi kalau masih mengandalkan kiriman dari orang tua.
Tidak Memiliki Dana Darurat dan Aset Likuid
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tahun 2016, tingkat literasi keuangan pemuda berusia di bawah 35 tahun hanya 33,5%.
Artinya, ada 66,5% anak muda yang tidak mengerti cara mengelola keuangan mereka dengan benar, termasuk mencadangkan dana darurat.
Padahal dana darurat wajib tersedia untuk menghadapi kemungkinan kejadian tidak terduga. Misalnya kehilangan, kecelakaan, sakit parah, dll.
Alih-alih nongkrong di cafe atau berbelanja barang branded, lebih baik gunakan dana berlebih untuk memiliki dana darurat dan aset likuid.
Tidak Memiliki Investasi Dan Pendapatan Pasif
Jika saat ini kamu sudah memiliki pekerjaan tetap, selamat. Paling tidak sudah ada kran penghasilan yang masuk setiap bulan.
Tetapi pekerjaan tetap bisa saja hilang, dan ini adalah resiko finansial yang harus diwaspadai.
Kebanyakan generasi milenial terutama yang masih single tidak menyiapkan investasi atau mencari pendapatan pasif di luar pendapatan rutin.
Padahal keduanya dapat menjadi keran penghasilan tambahan dan sangat berguna saat kelak kamu tidak produktif lagi.
Cara Mengatasi Resiko Finansial Bagi Generasi Milenial
Dari paparan di atas dapat diketahui tiga resiko finansial yang harus diwaspadai generasi milenial.
Lantas, bagaimana cara mengatasinya? Simak penjelasannya di bawah ini, ya.
Kelola Keuangan Dengan Baik
Mengelola keuangan dengan baik adalah keharusan, bahkan jika kamu masih kuliah atau sekolah. Paling tidak lakukan tiga hal di bawah ini untuk mewujudkannya.
Miliki Anggaran Keuangan
Suka atau tidak, setiap orang harus memiliki perencanaan yang matang atau anggaran bagi keuangannya.
Anggaran ini meliputi:
- Sumber pendapatan dan besarnya
- Rencana pengeluaran jangka pendek (mingguan atau bulanan)
- Rencana pengeluaran jangka panjang (misalnya rencana melanjutkan kuliah atau membeli kendaraan).
Susun anggaran dengan rapi. Bagi pendapatan ke dalam pos-pos pengeluaran dan catat setiap transaksi. Tujuannya agar kamu tahu berapa uang yang kamu habiskan setiap bulan dan tahun.
Tentukan Skala Prioritas
Kamu juga harus bisa menentukan skala prioritas dalam membelanjakan uang. Pastikan menyusunnya seperti ini:
- Saat menerima gaji atau pendapatan lainnya, keluarkan segera untuk tabungan. Jadi jangan menabung dari sisa konsumsi.
- Setelah itu, bayarkan semua cicilan atau iuran wajib. Misalnya kontrakan/kos, listrik, cicilan paylater, arisan, iuran lingkungan, dll.
- Sisanya barulah gunakan untuk konsumsi.
Saat ini ada banyak metode membagi dana keuangan ke dalam pos-pos dengan besar tertentu. Tujuannya agar pengeluaran lebih terkendali. Misalnya:
- Prinsip 50 30 20. Dimana 50 persen pendapatan untuk konsumsi (sekaligus cicilan dan iuran), 30 persen untuk self reward, dan 20 persen untuk tabungan dan investasi.
- Prinsip 75 20 5. Yaitu 75 persen pendapatan untuk konsumsi (sekaligus cicilan dan iuran), 20 persen untuk tabungan dan investasi, dan 5 persen untuk self reward.
- Prinsip 25 5 70. Yaitu 25 persen pendapatan untuk iuran dan cicilan, 5 persen untuk investasi, serta 70 persen untuk tabungan dan konsumsi.
Tinggal pilih mana yang paling pas dengan kebutuhan dan pola hidupmu.
Konsisten Dan Bisa Menahan Keinginan
Konsistensi sangat perlu, terutama dalam mematuhi anggaran yang telah dibuat. Mengacak-acak anggaran di tengah periode (bulan atau tahun) akan membuat keuangan kacau.
Selain itu, tahan keinginan untuk berbelanja barang sekunder dan tersier. Usahakan memberi self reward pada diri di akhir bulan, setelah semua kewajiban dan kebutuhan primer terpenuhi.
Hal ini terutama bagi generasi sandwich yang juga menanggung kebutuhan orang tua atau saudara. Jika ada kelebihan anggaran, kamu bisa kok memberi self reward lebih pada diri sendiri.
Miliki Tabungan dan Dana Darurat
Mulai sekarang, buka tabungan dan sisihkan sejumlah dana darurat secara konsisten. Jika takut tabunganmu terpakai karena nafsu berbelanja yang sulit direm, buka tabungan rencana.
Tabungan rencana tidak dapat diambil sewaktu-waktu. Penyetorannya juga harus rutin sehingga mau tidak mau kamu akan disiplin.
Dana darurat juga tidak boleh sembarangan diambil. Kalau perlu, tetapkan kondisi tertentu untuk bisa mengambilnya.
Misalnya kecelakaan, sakit berat, kehilangan pekerjaan, dll.
Mulailah Berinvestasi
Seharusnya besar konsumsi yang disesuaikan dengan pendapatan. Bukan sebaliknya. Namun jika sudah sangat berhemat tetapi pendapatan masih kurang, artinya kamu butuh kran pemasukan baru.
Di sinilah fungsi investasi bekerja. Karenanya, sejak saat ini sisihkan paling tidak 5% pendapatanmu untuk investasi.
Kamu bisa memangkas anggaran belanja kebutuhan tersier atau self reward untuk investasi. Toh hasilnya juga bisa kamu nikmati kelak, bahkan dalam nominal lebih baik.
Tidak perlu langsung dalam jumlah besar, karena kini investasi dapat dimulai dari nominal puluhan ribu saja. Misalnya investasi saham, emas mini, crowdfunding, dll.
Investasi umumnya dapat menghasilkan pendapatan tambahan yang optimal setelah lima tahun.
Waspadai Risiko Investasi
Walaupun berinvestasi kini lebih mudah, tetapi kamu harus mewaspadai resiko investasi.
Ada banyak penipuan berkedok investasi yang harus diwaspadai. Seperti money game, ponzi scheme, dll.
Agar tidak terjerat, lakukan beberapa tips berikut:
- Pilih investasi yang berisiko rendah, terutama jika kamu pemula di bidang ini. Misalnya investasi emas fisik.
- Jika ingin berinvestasi saham atau emas online, pastikan pialang adalah badan hukum yang telah terdaftar di OJK dan memiliki rekam jejak bagus.
- Jangan tergiur investasi yang dapat memberikan ROI (Return of Investment) besar dalam jangka waktu singkat.
Itulah tiga resiko finansial yang harus diwaspadai generasi milenial. Sekaligus cara menghadapinya.
Jangan lupa untuk tetap mengutamakan gaya hidup sederhana dan wajar, agar tidak kebablasan dan berujung pada kebiasaan berutang.
Jika keuangan telah tertata dengan baik, maka resiko finansial yang harus diwaspadai dapat berkurang. Secara bertahap, tingkat keuanganmu juga dapat membaik.