Generasi Z dan milenial ternyata memiliki beberapa kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan mereka.
Ditambah lagi, jika dibandingkan dengan generasi baby boomers dan generasi X, manajemen keuangan mereka lebih tidak teratur.
Walaupun lebih melek teknologi, dinamis dan kreatif, ternyata para milenial dan generasi Z harus memperbaiki beberapa kebiasaan terkait pengelolaan keuangan.
Di bawah ini adalah tujuh kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan generasi milenial, ditambah cara mengatasinya.
7 Kebiasaan Yang Merusak Perencanaan Keuangan
Kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan berikut ini sesungguhnya tidak terlalu sulit diubah. Namun diperlukan konsistensi untuk melakukannya.
Berikut ini adalah kebiasaan yang dapat merusak perencanaan keuangan generasi milenial. Beserta cara mengubahnya.
Kebiasaan Belanja Impulsif dan Berlebihan
Kebiasaan belanja impulsif tanpa perencanaan dapat merusak manajemen keuangan generasi milenial.
Kebiasaan untuk membeli barang bermerek, hang out sepulang kantor, serta pembelian kebutuhan sekunder dan tersier misalnya.
Kebiasaan ini dapat dikurangi dengan cara mengatur kembali daftar prioritas Anda dan lebih konsisten mematuhi anggaran yang telah diatur.
Sebaiknya juga tidak berbelanja saat lapar, marah atau sedih karena perasaan yang sedang tidak stabil dapat memicu impulsivitas.
Cobalah untuk membawa uang tunai dalam jumlah terbatas agar dapat berpikir dua kali sebelum berbelanja tanpa rencana.
Mengubah kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan ini memerlukan tekad yang kuat. Namun tekankan pada diri bahwa berhemat saat ini tidak ada salahnya.
Jika keuangan telah stabil bahkan surplus, Anda dapat berbelanja dengan bebas sesekali.
Tidak Konsisten Menabung
Menurut survey yang dilakukan JakPat pada November 2022 lalu, 42,3% Gen-Z menggunakan gaji pertama mereka untuk membeli barang yang diinginkan.
Sementara riset yang dilakukan Alvara Research tahun 2017 mengungkapkan bahwa menabung adalah hal yang paling diingat oleh generasi Z dan milenial.
Dapat dikatakan bahwa para milenial mengerti pentingnya menabung tetapi tidak dapat konsisten melakukannya.
Untuk mengatasi hal ini, para milenial sebaiknya menyisihkan gaji untuk ditabung di awal. Bukan menyisihkan sisa gajinya.
Kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan berikutnya adalah menarik tabungan ketika menginginkan sesuatu.
Untuk mengurangi kemungkinan penarikan sewaktu-waktu tersebut, buatlah rekening tabungan rencana. Atau menabung dalam bentuk emas.
Kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan ini jika diubah, dapat meningkatkan taraf ekonomi seseorang.
Mengubah-ubah Tipe Perencanaan Keuangan
Ada beberapa tipe perencanaan keuangan. Metode 50/30/20 dan metode 80/20 misalnya.
Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangan, maka pilihlah salah satu yang paling cocok dengan gaya hidup.
Mengubah-ubah tipe perencanaan keuangan akan membuat bingung. Tidak ada kemajuan dalam manajemen keuangan karena rencana dasarnya terus berubah.
Cobalah konsisten menerapkan satu metode perencanaan keuangan saja. Lakukan evaluasi secara berkala dan patuhi anggaran yang telah dibuat.
Apapun metode manajemen keuangannya, tidak akan menunjukkan hasil jika pelaksanaannya tidak konsisten.
Salah Menempatkan Prioritas
Selain dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan, sebaiknya juga tidak salah dalam menentukan prioritas.
Ini adalah kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan walau terlihat sepele.
Generasi Z dan milenial identik dengan pola konsumsi yang cenderung boros. Tentu tidak masalah mengeluarkan dana untuk kesenangan pribadi, asal tidak mengganggu anggaran.
Tetapi alangkah baiknya jika kelebihan dana dialokasikan untuk investasi, tabungan, atau sedekah. Pastikan pula untuk menempatkan kebutuhan primer sebagai prioritas.
Misalnya menyisihkan dana untuk uang muka rumah, karena tempat tinggal adalah kebutuhan primer setiap orang.
Sementara masih ada 69% generasi milenial yang tidak memiliki rumah di usia awal tiga puluhan, seperti hasil penelitian IDN Research Institute.
Kepemilikan rumah juga dapat dijadikan investasi jangka panjang, mengingat harga properti yang terus merangkak naik.
Setelah memenuhi kebutuhan primer, lalu lanjutkan dengan menyisihkan pendapatan untuk dana darurat dan tabungan. Serta rencanakan pula dana pensiun.
Ketergantungan Pada Paylater atau Kartu Kredit
Generasi Z dan milenial sangat diuntungkan oleh kemudahan bertransaksi melalui sarana online. Tetapi kemudahan itu juga dapat mengakibatkan ketergantungan.
Kemudahan mendapatkan pinjaman melalui paylater dan kartu kredit menjadikan kebiasaan berutang seolah biasa. Padahal keduanya lebih baik digunakan hanya pada saat darurat.
Kebiasaan menggunakan kedua fasilitas ini akan menggerogoti keruangan secara bertahap. Maka cobalah mengatur mindset bahwa keduanya tidak boleh sering digunakan.
Jangan sesekali menggunakan paylater dan kartu kredit untuk memenuhi kebutuhan tersier karena hal tersebut adalah jebakan keuangan.
Anda juga bisa mencoba menutup beberapa paylater dan menyisakan satu atau dua saja. Gunakan paylater untuk hal-hal produktif dan menghasilkan.
Misalnya untuk perjalanan dinas yang biayanya dapat di-reimburse ke kantor, berdagang online, dll. Jangan lupa pula untuk membayar cicilan paylater dan kartu kredit tepat waktu.
Keterlambatan pembayaran akan mengakibatkan tumpukan cicilan, dan berisiko Anda harus menghadapi debt collector.
Self Reward Terlalu Besar
Jalan-jalan ke berbagai tempat, mencoba pengalaman dan kuliner baru, atau membeli barang-barang unik sebagai self reward sah-sah saja.
Yang jadi masalah adalah jika self reward terlalu besar hingga mengganggu pengaturan keuangan. Dalam metode 50/30/20, alokasi self reward adalah 30 persen.
Namun jika Anda masih belum stabil secara keuangan serta masih memiliki beban cicilan, sebaiknya kurangi nilai tersebut hingga 5-10 persen saja.
Hal ini terutama bagi mereka yang juga menanggung keuangan keluarga (generasi sandwich). Selisihnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih penting atau untuk investasi.
Anda juga dapat memilih self reward yang lebih hemat. Lebih bailk lagi jika dapat memanfaatkannya untuk hal produktif.
Menjalankan hobi, misalnya. Kegemaran yang bisa menghasilkan pendapatan akan jauh lebih menyenangkan.
Hanya saja perlu dicatat adalah, jangan lantas terbebani dengan hal ini. Hobi yang menjadi pendapatan juga akan memberikan efek tekanan yang lebih besar.
Mengambil Investasi Berisiko Tinggi
Sedianya, berinvestasi adalah tindakan yang sangat bijaksana dalam perencanaan keuangan. Namun mengambil investasi berisiko tinggi dapat menjadi masalah.
Dibandingkan generasi sebelumnya, para milenial memang lebih berani menanamkan uang di sektor dinamis. Seperti P2P Lending, cryptocurrency, atau saham.
Apalagi kini bertransaksi investasi dapat dengan mudah dilakukan melalui investasi.
Salah satu kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan ini dapat menyebabkan kerugian jika tidak ditangani dengan benar.
Jika masih pemula di bidang investasi, atau jumlah gaji masih terbatas, padukan investasi berisiko tinggi dengan yang berisiko rendah.
Investasi emas atau reksa dana adalah pilihan yang aman. Jangan lupa untuk mengecek legalitas perusahaan pialang investasi dengan benar.
Anda juga dapat mencoba beberapa model investasi lainnya yang tidak terlalu berisiko untuk jangka pendek.
Jangan lupa untuk membagi-bagi portofolio investasi agar risiko kerugian dapat ditekan.
Dengan perencanaan yang benar, generasi milenial dan gen-Z bisa kok memiliki keuangan yang sehat.
Menghilangkan beberapa kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan seperti di atas adalah salah satu caranya.
Tentu diperlukan konsistensi dan upaya yang cukup ketat di awal. Tetapi seiring waktu, akan terlihat hasilnya.
Demikian penjelasan mengenai kebiasaan yang merusak perencanaan keuangan Gen-Z dan milenial serta cara mengubahnya. Semoga bermanfaat.