Candy Challenge yang sempat ramai ternyata terinspirasi dari eksperimen sederhana dari penelitian Marshmallow Test. Apa itu Marshmallow experiment agaknya mengundang perhatian banyak orang.
Tes tersebut berguna untuk menunjukkan pentingnya menunda gratifikasi untuk anak. Apa itu Marshmallow Experiment dianggap penting karena dapat memprediksi kesuksesan anak di masa depan.
Lalu, bagaimana strategi yang tepat untuk menunda sikap gratifikasi anak? Simak selengkapnya dalam penjelasan berikut ini.
Apa Itu Marshmallow Experiment?
Marshmallow Experiment atau sering juga disebut marshmallow effect adalah sebuah studi yang dilakukan Walter Mischel pada akhir tahun 1960-an.
Studi yang dilakukan di Universitas Stanford bertujuan untuk mengukur kemampuan seorang anak untuk menunda sikap gratifikasi.
Penelitian ini fokus menerapkan teori delay of gratification pada balita usia tiga hingga lima tahun.
Hasil dari tes ini akan menunjukkan bagaimana pentingnya kemampuan anak menunda serta melihat strategi untuk menghadapi godaan dari gratifikasi.
Cara Kerjanya
Melansir dari Effectiviologi, eksperimen ini dilakukan dengan menempatkan anak di sebuah ruangan. Terdapat beberapa makanan ringan kesukaan anak yang disajikan.
Kemudian, anak-anak yang menjalani Stanford Marshmallow Test ini diminta untuk menunggu sebentar sebelum diizinkan memakannya.
Ketika berhasil, nantinya anak akan mendapatkan snack ekstra untuk hadiah. Tes ini akan menjadi alat untuk mengetahui bagaimana anak dapat mengendalikan diri.
Hasil dari tes
Diketahui, hampir 30 persen anak memilih memakan cemilan yang disediakan hanya dalam 30 detik setelah peneliti keluar ruangan.
Sedangkan 30 persen sisanya, anak diketahui berhasil menunggu selama hampir 10 menit. Ada juga anak yang memiliki menikmati camilan dalam jangka waktu enam menit.
Mischel melihat adanya korelasi antara hasil tes dengan keterampilan sosial serta prestasi akademik di masa mendatang.
Anak-anak yang berhasil menunggu lebih lama memiliki keterampilan sosial lebih baik dan tes akademik lebih tinggi.
Selain itu, anak yang paling sabar sering memiliki strategi kreatif untuk menghindari godaan.
Apa itu Marshmallow Experiment juga dapat menjelaskan beberapa hal lainnya. Seperti, hasil tes ini akan menunjukkan karakteristik anak.
Penelitian lanjutan dilakukan dan menemukan bahwa anak-anak yang sabar menunggu akan memiliki kepercayaan diri lebih tinggi.
Selain memiliki keterampilan emosi yang lebih baik, anak-anak yang sabar menunggu cenderung terhindar dari penyalahgunaan obat-obatan.
Lalu bagaimana anak yang tidak mampu menahan godaan? Beberapa peneliti menyebutkan bahwa anak-anak tersebut tidak mampu menahan godaan di kehidupan masa depan.
Bahkan anak-anak yang tidak mampu menahan godaan juga lebih berisiko obesitas pada 30 tahun mendatang.
Kritikan Terhadap Marshmallow Effect
Meskipun apa itu Marshmallow Experiment mendapat banyak perhatian positif masyarakat, namun eksperimen ini juga mendapat kritikan dari berbagai kelompok.
Berikut ini beberapa kritikan utama pada Eksperimen Marshmallow, yaitu:
Sampel awal percobaan sangat selektif
Beberapa pihak mengkritik sebab, sampel awal percobaan sangat selektif, yaitu berasal dari anak-anak komunitas Universitas Stanford.
Selain itu, sampel longitudinal pada percobaan tersebut dianggap terlalu kecil. Bahkan lebih selektif jika dibandingkan dengan sampel awal.
Sebab, hanya berisi anak-anak yang diperiksa pada percobaan asli yang dapat dijangkau oleh para peneliti.
Faktor pembaur tidak diperhitungkan
Sedangkan beberapa pihak yang mengkritik apa itu Marshmallow Experiment karena tidak selalu memperhitungkan faktor pembaur potensial.
Misalnya saja, tidak memperhitungkan status sosial ekonomi keluarga dan kemampuan kognitif secara umum. Adanya kritik tersebut, maka dilakukan studi replikasi besar.
Studi tersebut bertujuan untuk agar dapat menilai validasi temuan dari Marshmallow Stanford. Studi replikasi akan meneliti seberapa baik kemampuan anak prasekolah untuk menunda kepuasan.
Tes tersebut dapat digunakan untuk hasil akademik serta perilaku anak di usia 15 tahun. Replikasi konseptual ini merupakan karya dari Mani Mischel dan Shoda.
Perbedaan dari karya asli dapat diketahui dari sampel karena penelitian replika menggunakan sampel yang lebih besar.
Apa itu Marshmallow Experiment dalam penelitian replika berfokus pada anak yang lahir dari ibu yang tidak menyelesaikan kuliah.
Ini merupakan modifikasi dari percobaan Marshmallow versi asli.
Hasil dari Penelitian Replika Terhadap Anak yang Menunda Kepuasan
Studi replikasi menemukan kemampuan anak menunda kepuasan di usia empat tahun akan membantu memprediksi peningkatan pencapaiannya pada usia 15 tahun.
Namun, perlu dipertegas adanya ukuran efek hanya setengah dari penelitian awal.
Saat peneliti mengontrol faktor-faktor yang relevan, seperti latar belakang keluarga, lingkungan rumah dan kemampuan kognitif berkurang dua pertiga.
Penemuan selanjutnya yaitu disimpulkan sebagian besar peningkatan dari kemampuan awal bermula pada anak yang menunggu hanya 20 detik.
Hal ini sekaligus mempertanyakan hipotesa apa itu Marshmallow Experiment yang dilakukan peneliti asli. Seperti dikatakan sebelumnya, kemampuan menunda kepuasan berkaitan dengan prestasi akademik.
Sedangkan pada penelitian replika menunjukkan bahwa menunda kepuasan juga dipengaruhi strategi metakognitif yang relevan.
Sebab, strategi tersebut memainkan peranan penting pada kehidupan anak-anak kedepannya.
Temuan replikasi menyimpulkan bahwa kemampuan menunda kepuasan pada anak 4,5 tahun tidak memprediksi prestasi anak di usia 15 tahun.
Hal tersebut didapatkan setelah peneliti replika mengontrol variabel latar belakang. Selain itu, replikasi ini mengikuti protokol asli yang lebih dekat dan sampel lebih kecil.
Apa itu Marshmallow Experiment replika menunjukkan bahwa kemampuan menunda kepuasan di usia empat tahun tidak dapat memprediksi kinerja anak.
Terutama untuk memprediksi kinerja anak satu dekade kemudian jika dihadapkan pada tugas yang membutuhkan kontrol kognitif.
Dampak dari Delayed Gratification
Setelah mengamati hasil dari penelitian replika, pada dasarnya delayed gratification dipengaruhi oleh banyak faktor.
Mengajarkan anak menunda gratifikasi belum tentu membuat anak sukses di masa mendatang. Dilansir dari jurnal Frontiers in Psychology, penundaan gratifikasi bukanlah kemampuan bawaan dari lahir.
Proses tersebut diperoleh dari perkembangan dana akan meningkat seiring waktu. Saat anak umur empat tahun memiliki kemampuan menghadapi situasi berorientasi pada masa depan.
Sedangkan pada tahun ke-5, anak-anak akan menunjukkan strategi kognitif sebagaimana dibutuhkan untuk menunda gratifikasi.
Oleh karena itu, pada usia lima tahun, anak-anak bisa menahan keinginan demi mendapatkan ganjaran yang lebih besar.
Apa itu Marshmallow Experiment kurang tepat jika menyebut seseorang mengontrol diri karena berusaha keras menahan diri.
Faktanya, justru seringkali orang-orang seperti ini berada pada lingkungan yang minim godaan.
Adanya temuan pada eksperimen Marshmallow Standorf sebaiknya melibatkan dua sistem saat menghadapi situasi yang berhubungan dengan pengendalian diri, yaitu:
Hot system
Sistem panas merupakan sistem emosional impulsif. Perilaku ini mengandalkan hal-hal yang terpaku pada hadiah.
Misalnya, anak membayangkan apa rasa marshmallow. Perilaku ini yang akan menggerogoti pengendalian diri pada anak.
Cool system
Sedangkan cool system diartikan sebagai sistem yang rasional serta netral dari segi emosional. Strategi ini mencakup hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian diri dalam bertujuan untuk mengendalikan diri.
Strategi inilah yang membantu diri anak dalam menunda kepuasan. Dapat disimpulkan bahwa pengendalian diri mampu menghambat terjadinya hot system.
Nyatanya apa itu Marshmallow Experiment tidak selalu dapat diandalkan untuk menentukan nasib anak di 30 tahun mendatang.