Krisis populasi di Jepang menjadi semakin mengkhawatirkan.
Kementerian Dalam Negeri Jepang melaporkan bahwa jumlah populasi di negeri Sakura tersebut telah menyusut lebih dari 800 ribu orang untuk pertama kalinya.
Krisis populasi di Jepang ini terjadi hampir di seluruh prefektur Jepang, mencatat bahwa ini merupakan kali ke-14 Jepang melaporkan angka populasi yang rendah berturut-turut sejak 2009 hingga 2022.
Saat ini, total populasi Jepang berada di angka 125,4 juta.
Krisis populasi di Jepang ini semakin diperparah oleh rekor kematian tertinggi yang mencapai lebih dari 1,56 juta jiwa.
Angka ini sangat kontras dengan angka kelahiran yang historisnya rendah, yaitu hanya 771 ribu, yang pertama kalinya mencatat di bawah 800 ribu sejak pemerintah mulai mencatat data tersebut.
Tentu saja, tren ini menjadi tantangan serius bagi Jepang karena populasi mereka semakin menua.
Meskipun angka kelahiran mereka termasuk yang tertinggi di dunia, Jepang masih menghadapi masalah tingkat kesuburan yang rendah.
Fenomena ini juga dialami oleh banyak negara Asia Timur lainnya, termasuk Korea Selatan dan China.
Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa tingkat kesuburan Jepang hanya 1,3 kelahiran per wanita, yang jauh di bawah angka sekitar dua kelahiran per wanita yang diperlukan untuk mempertahankan populasi stabil.
Secara sederhana, saat ini terdapat sedikit wanita muda yang memilih untuk hamil dan memiliki anak.
Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan ini beragam, termasuk masalah ekonomi.
Namun, pada dasarnya, Krisis populasi di Jepang dari tahun ke tahun juga menyebabkan berkurangnya tenaga kerja.
Situasi yang memprihatinkan ini telah menjadi sorotan pada tahun sebelumnya, yang menyebabkan Perdana Menteri Fumio Kishida pada bulan Januari menekankan bahwa Jepang berada di ambang batas.
Apakah populasi mereka dapat terus produktif, seperti yang dilaporkan oleh The Guardian.
Untuk mencoba mengimbangi penurunan populasi domestik, pemerintah Jepang telah sedikit melonggarkan kebijakan imigrasi yang sebelumnya cukup ketat.
Meskipun populasi penduduk asing mencapai rekor tertinggi sebesar 3 juta orang dengan peningkatan sepuluh persen, jumlah ini tetap belum cukup untuk mengatasi penurunan jumlah tenaga kerja produktif secara keseluruhan di Jepang.
Krisis populasi di Jepang: Banyak Sekolah Ditutup
Dampak dari krisis populasi di Jepang pun mulai terasa di berbagai bidang.
Sekolah-sekolah, terutama di daerah pedesaan, mengalami penutupan dengan tingkat yang mengkhawatirkan, dengan sekitar 450 sekolah yang tutup setiap tahun.
Lebih dari 1,2 juta usaha kecil terancam karena pemiliknya yang berusia 30 tahun tidak memiliki penerus.
Bahkan, kelompok kriminal seperti Yakuza pun terdampak karena kurangnya generasi muda yang bergabung.
Dalam upaya mengatasi masalah ini, pemerintah Jepang telah meluncurkan Badan Anak dan Keluarga yang baru pada bulan April.
Badan ini bertugas mengawasi tingkat kelahiran dan mengatasi krisis dalam pengasuhan anak.
Namun, membalikkan tren penurunan populasi dalam beberapa dekade tentu bukanlah tugas yang mudah.
Masalah ini menuntut langkah-langkah komprehensif dan kerja keras dari seluruh masyarakat untuk mencari solusi jangka panjang yang berkelanjutan.