Persatuan Alumni atau PA 212 bersama beberapa organisasi massa lainnya telah mengumumkan rencana untuk mengadakan aksi demo penolakan penggusuran paksa warga di Pulau Rempang pada tanggal 20 September 2023.
Aksi ini akan berlangsung di sekitar kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Buya Husein, Wakil Koordinator Lapangan aksi demo penolakan penggusuran warga Pulau Rempang ini, telah mengonfirmasi agenda tersebut.
Menyatakan bahwa banyak tokoh agama dan elemen masyarakat yang akan turut serta dalam aksi tersebut.
Poin Tuntutan Aksi Demo Penolakan Penggusuran Warga Pulau Rempang
Ada enam poin tuntutan yang akan disampaikan oleh massa dalam aksi demo penolakan penggusuran warga Pulau Rempang ini.
Pertama, mereka menilai bahwa proyek Rempang Eco-City yang menggusur paksa penduduk asli di Pulau Rempang merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia karena merampas hak ekonomi, sosial, dan budaya penduduk Rempang.
Kedua, mereka menganggap konflik di Pulau Rempang adalah pelanggaran terhadap tujuan negara, seperti melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya, massa menuntut agar pemerintah pusat menghormati hak penduduk asli Pulau Rempang dengan menghentikan proyek Rempang Eco-City serta mencabut status proyek tersebut sebagai proyek strategis nasional.
Mereka juga menuntut pembebasan warga Rempang yang ditangkap dan meminta Kapolri agar pasukannya bersikap humanis serta menarik mundur pasukan dari Rempang.
Selain itu, massa menyerukan pencopotan Kapolda Riau, Kapolsek Barelang, dan Komandan TNI AL Batam yang terlibat dalam kekerasan fisik dengan masyarakat sipil.
Buya Husein juga mengungkapkan bahwa aksi Bela Rempang tidak hanya dihadiri oleh kelompok Islam dari wilayah Jabodetabek, tetapi juga melibatkan banyak masyarakat sipil yang bersatu dalam menuntut penyelesaian masalah Rempang.
Konflik di Pulau Rempang bermula dari permintaan pemerintah agar warga mengosongkan kawasan tersebut dan direlokasi ke tempat lain.
Namun, penduduk asli Pulau Rempang menolak relokasi karena menganggap Pulau Rempang adalah tanah kelahiran mereka dan pekerjaan mereka berada di sana.
Aksi massa sebelumnya di depan kantor BP Batam untuk menentang pengosongan pulau tersebut berakhir dengan kerusuhan, di mana polisi menangkap minimal 43 orang yang dianggap sebagai pemicu keributan.