Polisi telah menangkap sejumlah pelajar di Koja, Jakarta Utara, yang terlibat dalam pembuatan hoax teror bom pelajar SMA di Koja Trade Mall.
Mereka mengaku melakukan tindakan tersebut sebagai bentuk lelucon kepada teman sekelas mereka.
Fakta-Fakta Teror Bom Pelajar SMA di Koja
Teror bom pelajar SMA mendapatkan perhatian dari pengelola mall, sehingga melanjutkan tindakan pelaporan ke pihak berwajib.
Berikut adalah lima fakta terkait peristiwa penyebaran hoax:
Pelajar Tidak Terafiliasi dengan Jaringan Teroris
Kelompok pelajar SMA ini membuat prank teror bom di Koja Trade Mall dengan menyematkan nama Noordin M Top dalam pesan mereka.
Namun, pihak kepolisian memastikan bahwa para pelaku tidak memiliki keterkaitan dengan jaringan teroris mana pun.
Kapolsek Koja, Kompol Muhammad Syahroni, mengungkapkan, “Berdasarkan hasil pemeriksaan kami terhadap para orang terduga, mereka belum terafiliasi atau tidak memiliki keterkaitan dengan jaringan-jaringan teroris tertentu.”
Penyelidikan latar belakang mereka, termasuk wawancara dengan orang tua dan sekolah, juga menegaskan ketidakterkaitan mereka dengan jaringan teroris.
Peran Utama Pelaku
Pelaku utama dalam kasus ini adalah seorang pelajar yang dikenal dengan inisial FA.
Dia bertugas membuat profil atas nama Noordin M Top dan menyebarkan rumor bom di mall kepada teman mereka berinisial H.
FA adalah yang pertama kali mengirimkan pesan lelucon kepada H.
Motif Prank
Para pelaku mengaku bahwa motif utama mereka adalah untuk menjahili teman sekelas yang dinilai “cupu” atau lemah.
Mereka melakukan prank semata-mata untuk menghibur diri tanpa maksud yang lebih serius.
Keterlibatan Pelajar Lainnya
Selain FA dan H, pelajar lainnya juga diamankan oleh pihak kepolisian, termasuk ketua kelas dan admin grup WhatsApp kelas tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa beberapa orang terlibat dalam pembuatan pesan lelucon tersebut.
Wajib Lapor
Sejumlah pelajar SMA yang terlibat dalam kasus ini sekarang diwajibkan untuk lapor diri kepada pihak berwenang.
Polsek Koja memberikan pembinaan dan wajib lapor kepada para siswa tersebut dengan melibatkan Kasudin Pendidikan Kota Jakarta Utara, kepala sekolah, dan orang tua mereka.
Mereka diharapkan dapat dibina lebih lanjut terkait perilaku mereka yang menjadikan ancaman bom sebagai lelucon.
Dalam penyelidikan lebih lanjut, polisi menyatakan bahwa pesan lelucon yang disebarkan oleh para pelajar ini tidak memiliki hubungan dengan kelompok jaringan teroris tertentu dan hanya bertujuan sebagai candaan semata.
Untung saja ini kabar hoax bukan seperti kejadian bom bunuh diri di Masjid Pakistan yang memakan banyak korban.
Kasus teror bom pelajar SMA menunjukkan pentingnya kesadaran akan dampak serius yang dapat diakibatkan oleh penyebaran hoax teror.