Pola asuh orang tua memiliki peran penting dalam kehidupan anak saat ini hingga kelak dewasa.
Menjadi orang tua adalah idaman setiap orang yang sudah menikah, terutama bagi mereka yang telah membina rumah tangga dalam waktu yang lama.
Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga kecil, membuat pasangan suami istri merasa komplit sebagai orang tua.
Namun, dikaruniai seorang anak tentunya menjadi sebuah tanggung jawab tersendiri.
Sebagai orang tua tak hanya memberi si anak kebutuhan sandang dan pangannya saja, tapi juga membentuk karakter anak itu sendiri.
Pola asuh menjadi kunci dalam pembentukan karakter si anak.
Akan menjadi apa si anak hari ini dan kedepannya tergantung dari pola asuh orang tua itu sendiri.
Lantas apakah arti dan penerapan dari pola asuh orang tua itu sendiri?
Apa hubungannya dengan mental dan karakter anak? Simak hingga akhir artikel ini.
Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Secara umum pola asuh orang tua adalah cara dalam mendidik dan membentuk karakter serta perilaku anak sesuai dengan aturan yang berlaku di keluarga.
Dilansir dari laman Dinkes Provinsi NTB disebutkan jika pola asuh adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak tentang orang memperlakukan anak, mendidik, dan membimbing.
Termasuk mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku sesuai norma dan nilai masyarakat.
Dari pengertian di atas dapat ditarik benang merah jika pola asuh orang tua ke anak tidak bisa dilepaskan dari aturan di keluarga juga masyarakat.
Apabila orang tua tinggal di lingkungan religius maka, cara mengasuh anak akan ke pendekatan agama.
Maka dengan pola asuh tersebut, si anak diharapkan menjadi seseorang yang agamis dan kedepannya disiapkan untuk jadi pemuka agama.
Begitupun jika misal si anak tinggal bersama orang tua yang berlatar belakang dan lingkunga militer.
Tentunya si anak sejak kecil sudah didik dengan kedisiplinan tinggi sebagaimana orang tua, dalam hal ini ayah didik saat di kemiliteran.
Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua
Setiap keluarga pastinya memiliki perbedaan dalam pola asuh orang tua ke anak.
Seperti sudah di sebutkan di atas pola asuh akan bergantung pada karakter orang tua si anak sendiri dan lingkungan sekitar.
Namun dalam penerapannya, pola asuh orang tua dibagi menjadi tiga jenis. Berikut ini jenisnya:
Pola Asuh Otoriter
Dalam pola asuh ini aturan-aturan yang diterapkan orang tua bersifat mutlak dan tidak ada perdebatan.
Anak biasanya terikat dalam aturan-aturan yang sudah dibuat oleh orang tua.
Positifnya dari pola asuh otoriter adalah anak bisa menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan juga disiplin.
Namun, bukan berarti pola asuh satu ini tidak ada negatifnya.
Karena banyak aturan yang mengikat, anak berpotensi menjadi tidak betah dan mencari kehidupan di luar rumah agar bisa merasa bebas.
Pola asuh ini juga berpotensi memendam bakat, minat, dan kreatifitas anak itu sendiri.
Pola Asuh Permisif
Berkebalikan dengan otoriter, pola asuh orang tua ini membebaskan anak untuk berperilaku dan melakukan sesuai keinginannya.
Orang tua sendiri tidak memberikan aturan yang mengikat, tetapi tetap didasari tanggung jawab.
Nilai positif dari pola asuh ini, anak bisa berkembang menjadi pribadi sesuai keinginannya.
Tak hanya itu, kreatifitas, minat, serta bakat anak tidak akan terkekang dan bisa disalurkan.
Namun ada sisi negatif dari pola asuh permisif ini, dimana orang tua tidak punya kontrol penuh terhadap anak.
Sehingga jika tidak disertai tanggung jawab, anak bisa berubah karakter dan pribadinya ke arah yang tidak sesuai.
Pola Asuh Situasional
Dalam pola asuh situasional, aturan tidak meningkat namun juga tidak mengekang.
Orang tua akan bersifat luwes terhadap anak, termasuk keputusannya bergantung pada situasi dan kondisi yang saat itu dihadapi.
Kebanyakan orang tua masa kini, lebih memilih menerapkan pola asuh situasional mengingat perbedaan zaman dan generasi antara orang tua dan anak.
Munculnya Karakter Generasi Strawberry
Dalam bahasan jenis pola asuh disinggung soal perbedaan generasi.
Berbicara soal generasi, akhir-akhir ini ramai pembahasan soal generasi strawberry yang dikaitkan dengan mental kebanyakan anak muda sekarang.
Dilansir dari berbagai sumber, istilah generasi strawberry (strawberry generation) muncul di Taiwan.
Di mana saat itu masyarakat mencap orang-orang yang lahir dari tahun 1981 ke bawah bermental lemah.
Tidak tahu pasti atas dasar apa cap generasi strawberry disematkan kepada anak-anak muda saat itu.
Namun yang pasti, merujuk pada buah strawberry yang lembek.
Dengan kata lain, orang-orang yang di cap generasi strawberry adalah genarasi yang diisi oleh orang-orang bermental lembek atau lemah.
Generasi ini dianggap rentan rapuh terhadap tekanan di masyarakat, lingkungan pendidikan, bahkan hingga lingkungan kerja.
Mula Generasi Strawberry Terbentuk dan Tandanya
Setiap generasi pasti ada awal mula terbentuknya, termasuk untuk generasi strawberry.
Generasi ini sendiri tak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi informasi yang berkembang sangat cepat dan pesat.
Teknologi digital memudahkan anak-anak muda yang yang masuk generasi strawberry, termasuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Namun karena serba mudah ini, generasi strawberry menjadi karakter yang manja dan enggan berjuang untuk mendapatkan sesuatu.
Alhasil saat ada yang tak sesuai dengan keinginan, orang-orang di generasi strawberry gampang tertekan.
Meski belum bisa dibuktikan secara ilmiah, tanda-tanda seseorang memiliki karakter generasi strawberry dapat diketahui.
Selain gampang tertekan karena suatu hal, generasi strawberry biasanya memiliki mental yang lemah, sulit mengambil keputusan sendiri.
Selain itu generasi strawberry juga mudah sakit hati dan sering overthinking.
Pola Asuh Orang Tua dan Andil Terbentuknya Generasi Strawberry
Terbentuk dan munculnya generasi strawberry tidak bisa dilepaskan dari pola asuh orang tua.
Menurut analisa pakar ekonomi, Prof. Renald Kasali yang termuat dalam salah satu artikel di kemenkeu.go.id, ada 4 sebab munculnya fenomena generasi strawberry.
Salah satu sebabnya adalah pola asuh orang tua ke anak yang kurang tepat.
Orang tua yang kemampuan finansialnya di atas rata-rata lazim memberikan apa yang anak mau tanpa pertimbangkan baik dan buruk.
Lainnya adalah kebiasaan memberikan kompensasi berupa uang kepada anak saat buah hati sebenarnya butuh waktu dan kehadiran orang tua.
Padahal menurut Prof. Renald Kasali waktu seharusnya tidak dapat dikompensasi, dan orangtua harus menyempatkan hadir untuk anak.
Kesalah orang tua selanjutnya yang mengakibatkan kemunculan generasi strawberry adalah kebiasaan setting unrealistic expectation.
Di posisi ini ada kalanya, orang tua terlalu memberikan pujian dan sanjungan berlebihan ke anak.
Alhasil lama-kelamaan anak tumbuh dengan meyakini bahwa mereka adalah orang hebat.
Padahal saat mereka di masyarakat atau bahkan di lingkungan kerja, semua pujian itu tidak ada manfaatnya.
Generasi strawberry akan tetap menghadapi tekanan dari orang-orang di sekitarnya yang di luar rumah.
Itulah tadi kaitan antara pola asuh orang tua dengan terbentuknya generasi strawberry.