Akhir-akhir ini para pengusaha protes mengenai salah satu poin dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang paling baru.
Poin yang dipermasalahkan tersebut adalah poin yang menyatakan mengenai pidana check in.
Yakni, adanya ancaman hukuman pidana bagi pasangan yang sedang check in di hotel namun belum menikah.
Berpotensi Menurunkan Kunjungan Wisatawan
Banyak sekali pihak yang tidak setuju dengan adanya peraturan baru mengenai pidana check in hotel ini. Terutama dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Mereka menolak keras terhadap keputusan pemerintah yang dinilai merugikan dunia usaha. Terutama yang bergelut di bidang industri pariwisata dan perhotelan yang mengandalkan kunjungan para wisatawan.
Dalam siaran pers terbaru dari Apindo ini, para pengusaha tidak menerima aturan baru tersebut karena berpotensi menurunkan kunjungan wisata.
Khususnya terhadap kunjungan para wisatawan asing yang rata-rata memang hidup bersama tanpa menikah. Sehingga mereka akan berpikir ulang untuk berkunjung ke Indonesia kalau harus menikah dahulu.
Ketika turis asing yang tidak terikat dalam sebuah pernikahan tersebut juga turut dijerat dengan aturan pidana check in, mereka akan mengganti negara tujuan wisatanya.
Wisatawan asing akan memilih beralih ke negara lain yang lebih bebas dan leluasa dalam menikmati liburan. Tidak merepotkan dan membuat khawatir akan ancaman penjara.
Dalam keterangan Apindo yang dikutip pada hari Minggu (23/10/2022), mengatakan pernyataan sebagai berikut:
“Bagi wisatawan asing yang belum menikah juga dapat turut dijerat oleh aturan pidana yang sama. Implikasinya nanti para wisatawan asing tersebut akan pindah ke negara lain.
Sehingga pidana check in tersebut akan berpotensi menurunkan kunjungan wisatawan ke Indonesia,”
Para pengusaha juga memahami bahwa aturan perzinahan sesungguhnya dilakukan untuk menegakkan aturan moral. Tujuannya sangat baik bagi kehidupan dan tata tertib masyarakat Indonesia pada umumnya.
Meskipun demikian ada beberapa hal yang memang termasuk dalam ranah privat dan sebaiknya tidak dicampur atau di atur oleh negara.
Para pengusaha yang tergabung dalam Apindo menegaskan bahwa aturan pidana perzinahan sangat erat kaitannya dengan perilaku moral.
Namun sesungguhnya tergolong ke dalam ranah privat yang sebaiknya tidak diatur oleh negara apalagi dianggap sebagai perbuatan pidana.
Sehingga tentu saja adanya ancaman pidana buat yang check-in belum nikah ini membuat was-was banyak pihak.
Apabila terkait perzinahan ini kemudian diatur dalam RKUHP yang baru ini, dan didasarkan atas asas teritorial.
Dimana menyebutkan bahwa semua orang yang masuk ke wilayah Indonesia harus tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.
Tentu saja masalah ini akan menjadi hambatan tersendiri bagi wisatawan asing yang mau ke Indonesia. Karena untuk menginap di kamar yang sama memerlukan surat atau akta nikah terlebih dahulu.
Selain dari pengusaha Apindo, sebelumnya Ketua DPP PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono juga memberikan penjelasan. Bahwa, wisatawan asing bakal malas datang kalau pidana check in disahkan.
Kemudian larangan untuk sekamar di ruang hotel bagi pasangan yang belum menikah juga akan terpasang di website negara lain sebagai peringatan.
Sutrisno mengatakan, bahwa sekali diumumkan pasal perzinahan ini, maka wisatawan tidak akan mau datang. Bukan berarti tidak setuju, hanya mempertimbangkan image dengan negara lain.
Menurut Sutrisno Iwantono, perzinahan merupakan ranah privat yang seharusnya dapat diatur berdasarkan hukum adat daerah. Juga norma agama dan norma moral, bukan hukum formal negara.
Pidana check in belum menikah hanya akan membuat repot banyak pihak, utamanya yang berkecimpung dalam usaha penginapan dan homestay.
Seperti Apa Poin Draf Pidana Check In yang Diprotes Tersebut?
Sebagaimana yang dikutip dari Draf RUU KUHP, pada pasal 415 tertulis dengan jelas dan detail.
Bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dapat dipidana dengan pasal perzinahan.
Mengenai hukumannya sendiri adalah dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda. Kemudian butir 2 aturan tersebut dijelaskan tindak pidana sebagaimana dimaksudkan di atas.
Tidak akan ada penuntutan kecuali ada pengaduan dari suami atau istri orang yang terikat perkawinan, orang tua, atau anak yang tidak terikat perkawinan.
Selanjutnya tertulis pada pasal 416 yang mengatur mengenai setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan.
Akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Namun hal tersebut juga tidak dilakukan penuntutan kecuali ada pengaduan dari suami atau istri, yang terikat perkawinan, orang tua, atau anak yang tidak terikat perkawinan.
Pemerintah Membantah Ada Pasal Pidana Check in di RKUHP
Sementara itu juru bicara sosialisasi RKUHP, Albert Aries, membantah mengenai adanya pasal yang berisi pidana check in tersebut.
Albert mengatakan bahwa pasal soal pidana bagi pasangan belum menikah yang check-in itu tidak benar adanya.
Ia menjelaskan bahwa yang terdapat di dalam RKUHP ini merupakan pasal yang mengatur tindak pidana perzinahan dan tinggal bersama bagi pasangan di luar nikah.
Yang tercantum dalam RKUHP adalah mengenai pasal 415 RKUHP Tentang Perzinahan. Selain itu juga pasal 416 Tentang Kohabitasi ditujukan untuk menghormati dan menjaga lembaga perkawinan.
Kemudian menurut keterangannya kepada pers pada hari Minggu (23/10/2022). Albert menambahkan bahwa pasal; 415 dan 416 RKUHP tersebut juga bersifat delik aduan (klachtdelicten).
Artinya, adalah pengaduan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan bagi pelaku kohabitasi yang terikat status perkawinan. Atau orang tua bagi yang belum terikat status perkawinan.
Maka tidak akan ada proses hukum terkait perzinahan atau kohabitasi tanpa adanya pengaduan. Kecuali pengaduan dilakukan langsung dari pihak yang memiliki hak yang merasa dirugikan.
Dengan mengacu pada kedua pasal tersebut, maka menurut Albert sejatinya ruang privat seseorang malah lebih terlindungi oleh hukum.
Sebab, sekarang kewenangan kepala desa dalam melaporkan pelaku perzinahan atau kohabitasi sudah dihapuskan dari draft RKUHP sebelumnya.
Hal ini dilakukan agar orang lain yang tidak memiliki hak tidak akan melaporkan kepada pihak yang berwajib.
Juga pihak yang tidak berkepentingan tersebut tidak akan dapat melakukan tindakan persekusi, hanya yang mempunyai kepentingan dan hak.
Isu pidana check in tersebut sudah membuat banyak pengusaha penginapan dan bos-bos hotel menjadi resah. Mereka takut dampaknya akan mempengaruhi jalannya bisnis yang tengah digeluti.
Meskipun berpedoman pada moral yang mengatur kehidupan, bermasyarakat alangkah baiknya kalau pemerintah juga mempertimbangkan kepentingan orang banyak.
Karena selama ini sektor pariwisata sudah menyumbang banyak sekali devisa negara dan juga bisnis yang cukup menguntungkan.
Kedatangan banyak wisatawan asing sudah membantu menggeliatkan perekonomian seusai pandemi yang sempat lesu. Menimbulkan harapan baru dan peluang kerja yang menjanjikan.
Menjadi mata pencaharian bagi banyak masyarakat Indonesia yang tinggal di sekitar tempat pariwisata dengan mengandalkan kedatangan wisatawan.
Semoga isu mengenai pidana check in ini tidak benar adanya, sehingga tidak menyurutkan minat wisatawan asing untuk datang.