Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, akan kembali terlibat dalam dunia politik setelah bebas dari penjara. Meskipun hak politiknya dicabut selama lima tahun setelah pembebasannya.
Anas Urbaningrum bebas sepenuhnya setelah menjalani Cuti Menjelang Bebas (CMB) selama tiga tahun.
Setelah masa CMB berakhir, Anas mengunjungi Bapas Bandung pada Senin (10/7/2023).
“Dengan resmi, saya telah menyelesaikan CMB dan menerima sertifikat kebebasan,” kata Anas kepada wartawan.
“Bagaimana status saya sekarang, apakah cumlaude? Karena tidak ada pelanggaran, kita bisa menganggapnya sebagai cumlaude,” tambah Anas Urbaningrum.
Anas mengungkapkan bahwa setelah bebas, dia akan kembali terlibat dalam politik.
Anas Urbaningrum diketahui memiliki hubungan dekat dengan kelompok loyalis Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang dipimpin oleh Gede Pasek.
“Saya akan mengikuti dunia politik, dengan rincian yang akan kita lihat nanti. Insyaallah, saya akan kembali ke kolam politik, yaitu komunitas saya, komunitas politik, tunggu saja. Saya tidak bisa mengatakannya di Bapas, tapi akan saya sampaikan di tempat lain,” ungkap Anas.
Anas Urbaningrum Dilarang Berpartisipasi dalam Politik Selama 5 Tahun
Berdasarkan catatan hukumnya, Anas dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun, setelah Mahkamah Agung memangkas hukumannya dari 14 tahun penjara.
Selain hukuman penjara, Anas Urbaningrum juga kehilangan hak politiknya. Sehingga, ia dilarang untuk mencalonkan diri dalam jangka waktu lima tahun setelah bebas dari penjara.
“Menurut putusan PK No 246 PK/Pid.Sus/2018 yang dijatuhkan pada 30 September 2020, pencabutan hak politik berlaku selama 5 tahun sejak bebas dari penjara.”
Putusan PK ini diputuskan oleh Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial, hakim agung Sunarto, dengan anggota majelis Andi Samsan Nganro dan Prof M Asikin.
Dengan demikian, meskipun Anas Urbaningrum memutuskan untuk kembali terlibat dalam dunia politik di masa mendatang, ia masih belum diperbolehkan mencalonkan diri baik sebagai calon legislatif maupun eksekutif.
Pencabutan hak politik merupakan salah satu bentuk hukuman karena pelanggaran yang dilakukan dalam menjalankan jabatan publik dan bertujuan agar pelaku tidak dapat menyalahgunakan wewenangnya.
Hak politik merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia, seperti yang diatur dalam Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa pembatasan atau pencabutan hak asasi manusia hanya dapat dilakukan berdasarkan undang-undang.
Hal ini bertujuan untuk memastikan pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta melindungi kebebasan dasar orang lain, menjaga kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan negara.
Pencabutan hak politik diatur dalam Pasal 35 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Mencakup hak-hak yang dapat dicabut oleh hakim, seperti hak memegang jabatan, hak masuk ke dalam angkatan bersenjata, dan hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.