Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengakui adanya bentrok di Pulau Rempang, Batam, antara aparat keamanan dan warga terkait dengan upaya ‘menggusur’ penduduk setempat.
Menurut Kapolri, muncul penolakan dari warga setempat untuk dipindahkan ke daerah lain, karena kawasan tersebut termasuk dalam zona industrialisasi baru BP Batam.
“Di Pulau Rempang, terdapat kegiatan yang terkait dengan pembebasan atau pengembalian lahan yang dikuasai oleh beberapa kelompok masyarakat kepada otoritas Batam,” ujar Sigit di Jakarta, pada Kamis (7/9/2023).
Ia menjelaskan bahwa karena adanya upaya penguasaan lahan oleh kelompok masyarakat tersebut, Polri bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) diberdayakan oleh BP Batam untuk mengambil alih kawasan tersebut.
Sigit menambahkan bahwa BP Batam telah melakukan berbagai langkah, mulai dari musyawarah hingga relokasi penduduk, serta memberikan kompensasi kepada mereka yang tanahnya digunakan.
“Namun, karena terdapat beberapa insiden pada hari ini, tindakan penertiban dilakukan,” tambahnya.
Sigit mengungkapkan bahwa sejak awal, upaya mencari solusi kompromi antara BP Batam dan warga setempat telah dilakukan.
Namun, sayangnya, hal ini berujung pada aksi penolakan yang kemudian memicu bentrok di Pulau Rempang.
“Kami bersama-sama mengutamakan musyawarah sebagai prioritas, dengan harapan dapat menyelesaikan masalah di Pulau Rempang ini,” ungkapnya.
Bentrok di Pulau Rempang, Polisi Tangkap 8 Orang
Sebelumnya, Gabungan 78 Lembaga Swadaya Masyarakat sangat mengutuk tindakan keras aparat kepolisian bersama militer Angkatan Laut (AL) dalam menangani situasi krisis keamanan di Pulau Rempang.
Pada Kamis (7/9/2023), dilaporkan bahwa penolakan terhadap penggusuran warga Pulau Rempang oleh BP Batam dengan bantuan Polri dan TNI berakhir dalam bentrokan.
Delapan warga dilaporkan ditangkap, dan puluhan warga setempat mengalami luka-luka akibat penggunaan gas air mata oleh petugas gabungan.
Delapan orang ini telah dibawa ke Polresta Barelang.
Mereka yang telah ditangkap dikenakan Pasal 212, 213, 214 KUHPidana dan Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Darurat No 12 Tahun 1951.
“Ancaman hukumannya adalah kurungan delapan tahun penjara,” kata Kapolresta Barelang, Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto di Batam, Kepulauan Riau, pada Jumat, 8 September 2023.
Bentrok di Pulau Rempang juga menyebabkan anak-anak yang tengah belajar di sekolah pun terpaksa harus dibubarkan karena serbuan gas air mata oleh petugas.