Usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Kamis lalu, Sri Mulyani mengumumkan cukai rokok naik.
Kenaikan cukai ini dimaksudkan untuk menekan konsumsi rokok di masyarakat.
Pengumuman kenaikan tarif ini berlaku selama 2 tahun berturut-turut, yakni 2023 hingga 2024.
Rincian Cukai Rokok Naik
Cukai adalah pungutan negara untuk barang-barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik yang ditetapkan undang-undang cukai.
Tarif naik di beberapa golongan
Kenaikan tarif cukai hasil tembakau berlaku untuk beberapa golongan, yaitu:
- Sigaret kretek mesin
- Sigaret kretek pangan
- Sigaret putih mesin
Besaran kenaikan tarifnya berbeda sesuai dengan golongannya. Kenaikan 10 persen berlaku untuk SKM I dan II.
Nilai rata-rata akan meningkat mulai dari 11,5 hingga 11,75 persen. SPM I dan II mengalami kenaikan 11 sampai 12 persen.
Sedangkan untuk SKP I, II, dan III akan mengalami kenaikan 5 persen. Tidak hanya itu, Presiden Jokowi meminta kenaikan tarif tidak hanya pada CHT.
Kenaikan pada produk rokok elektrik
Rokok elektrik dan produk hasil pengelolaan hasil tembakau lainnya juga tak luput dari kenaikan. Kenaikan untuk rokok elektrik akan terus berlangsung selama 5 tahun ke depan.
Keputusan meningkatkan cukai dari rokok elektrik sebesar 15 persen, sedangkan untuk HTPL sebesar 6 persen.
Pemerintah akan menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan beberapa aspek, mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.
Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok untuk anak berusia 10 hingga 18 tahun.
Penurunan sebesar 8,7 persen untuk kategori tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional tahun 2020 sampai 2024.
Konsumsi rokok menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein.
Rincian konsumsi rokok dalam rumah tangga di daerah perkotaan mencapai 12,21 persen. Sedangkan di daerah pedesaan sebanyak 11,63 persen.
Alasan Cukai Rokok Naik
Ada beberapa alasan mengapa cukai rokok naik. Alasan pemerintah menaikkan cukai rokok disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, antara lain:
Aspek konsumsi
Suahasil Nazara menjelaskan alasan pertama adalah menyangkut aspek konsumsi. Untuk konsumsi berkaitan dengan kesehatan.
Jika konsumsi rokok terus naik, maka bisa disimpulkan kesehatan masyarakat akan menurun. Setiap kali membahas masalah kenaikan cukai rokok, ada 4 aspek yang dipertimbangkan.
Selain itu, dalam aspek kesehatan ini berlaku secara internasional. Keterangan tersebut didapat setelah bertemu Suahasil Nazara di kantor Kementerian Keuangan.
Aspek produksi
Cukai rokok naik juga mempertimbangkan aspek produksi. Perusahaan rokok yang memproduksi tembakau berkaitan dengan tenaga kerja.
Pemerintah mengapresiasi perusahaan rokok yang menggunakan tenaga manusia, sebab mampu menyerap banyak tenaga kerja dalam negeri.
Aspek penerimaan negara
Selanjutnya, aspek penerimaan negara juga menjadi pertimbangan. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu menegaskan, kenaikan tarif cukai rokok bukan untuk meningkatkan penerimaan negara.
Penerimaan negara bukan menjadi prioritas utama dalam konteks kebijakan kenaikan cukai rokok. Walaupun cukai meningkat, penerimaan cukai hasil tembakau pada keadaan normal cukup stabil.
Aspek penegakan hukum
Pertimbangan keempat yaitu bagaimana menangani peredaran rokok ilegal. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah sudah berhasil menangani masalah rokok ilegal.
Hal ini berkat kerjasama dengan aparat penegak hukum, sehingga bisa menekan peredaran rokok ilegal.
Menanggapi Kebijakan Kenaikan Harga Rokok dari Berbagai Pihak
Adanya kenaikan CHT turut menarik perhatian beberapa pihak, tidak hanya konsumen saja.
Kekecewaan Pelaku Industri Kecewa karena Rokok Naik
Cukai rokok naik sebesar 10 persen menuai respon para pelaku sektor industri tembakau. Ketua Gaprindo, Benny Wahyudi, mengatakan pelaku usaha di segmen rokok putih kecewa.
Para pengusaha berharap kenaikan hanya berada di kisaran 7 sampai 8 persen. Idealnya kenaikan berada di kisaran 7 sampai 8 persen, ungkap Benny.
Pelaku usaha di segmen rokok putih tidak mengharapkan adanya kenaikan tarif cukai rokok di tahun 2023. Sebab, situasi ekonomi belum kondusif.
Adanya keputusan rokok naik ini mengkhawatirkan rokok ilegal semakin marak di pasaran. Hal ini tentunya akan merugikan pengusaha rokok yang legal.
Sebab, rokok ilegal beredar tanpa ada cukai. Di sisi lain, pelaku usaha menyebutkan bahwa kenaikan berdampak kurang proporsional.
Sebab, daya beli masyarakat saat ini masih lemah lantaran harus menghadapi inflasi. Adanya kenaikan cukai rokok membuat pelaku industri rokok was-was.
PT Wismilak Inti Makmur Tbk, salah satu perusahaan rokok yang membeberkan sederet dampak dari kenaikan tarif cukai rokok.
Cukai rokok naik akan menimbulkan efek ke arah konsumen. Sebab, pada dasarnya, beban kenaikan tersebut harus dibayar konsumen.
Penjelasan tersebut diutarakan oleh Sekretaris Perusahaan Wismilak Inti Makmur, Surjanto Yasaputera. Namun, perusahaan menyadari kenaikan tersebut tidak bisa serta-merta menjadi beban konsumen secara keseluruhan.
Surjanto mencermati kondisi daya beli masyarakat masih lemah karena BBM telah naik dan inflasi terjadi belum lama ini.
Jika ada cukai rokok naik, maka akan menambah beban konsumen. Di sisi lain, maraknya rokok ilegal juga menjadi ancaman.
Pemerintah harus lebih memperketat pengawasan dan mengambil tindakan atas peredaran rokok ilegal.
Pukulan Telak Bagi Petani
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, menilai kenaikan cukai 10 persen merupakan pukulan telak bagi petani tembakau.
Pasalnya, sudah 4 tahun keadaan petani tembakau tidak baik. Bahkan mengalami keterpurukan setelah hasil panen tembakau rontok baik dari harga maupun terlambatnya penyerapan.
Bagi para petani tembakau, cukai rokok naik cukup eksesif. Tahun 2020 saja sudah naik sekitar 23 persen.
Di tahun 2021 juga mengalami kenaikan 12,5 persen. Sedangkan di tahun 2022 naik 12 persen, ungkap Misbakhun.
Salah satu kerontokan ekonomi selama 5 tahun adalah dampak dari kenaikan cukai rokok yang tinggi.
Tingginya tarif CHT membuat perusahaan mengurangi produksi secara tidak langsung. Sehingga, akan mengurangi pembelian bahan baku.
Padahal, sekitar 95 persen tembakau yang dihasilkan petani merupakan bahan baku rokok. Jika ditinjau secara makro, maka kondisi ini rentan akibat resesi global.
Pemerintah tidak melibatkan DPR dalam merumuskan kebijakan cukai rokok naik. Keputusan pemerintah menaikkan CHT sebesar 10 persen merupakan keputusan sepihak.
Oleh karena itu, komisi XI akan mengagendakan rapat kerja dengan Menteri Keuangan. Tujuannya untuk meminta keterangan perihal kenaikan cukai rokok.
Pandangan dari YLKI
Berbeda sikap dengan kalangan industri, YLKI justru senang dengan adanya kenaikan CTH ini. Sebagaimana diungkap Agus Suyatno selaku Pengurus Harian YLKI.
Tujuan utama dari kenaikan cukai rokok ini untuk mengendalikan konsumsi. Hal tersebut sejalan dengan filosofi yang termaktub dalam undang-undang cukai.
Dalam undang-undang tersebut menegaskan bahwa barang yang dikenai cukai harus diawasi peredarannya serta adanya pembatasan.
Cukai rokok naik mempertimbangkan 4 aspek, tidak hanya dari sisi penerimaan negara saja. Kenaikan cukai rokok juga berlaku untuk rokok elektrik.