Dampak inflasi pada umumnya mempunyai sisi negatif maupun positif yang mempengaruhi kehidupan suatu negara.
Termasuk juga dengan kehidupan masyarakatnya yang mengalami berbagai perubahan dan kekacauan.
Berbagai Macam dampak yang terjadi dapat kita lihat dengan melihatnya melalui beberapa aspek kehidupan masyarakat.
Sebagaimana yang terjadi pada negara Argentina setelah tumbang akibat kekacauan global.
Bisa jadi negara inilah yang menjadi korban pertama dari gelapnya dunia yang akan datang.
Argentina begitu terpukul karena dampak ekonomi pandemi Covid-19. Ditambah dampak inflasi yang menyedihkan akibat penguatan kurs dolar Amerika Serikat (AS).
Hal ini diperparah dengan kebijakan suku bunga tinggi AS serta pengaruh krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina.
Akibat berbagai hal yang terjadi di dunia tersebut, membuat inflasi negara Argentina ini tidak terkendali.
Bahkan angka inflasi negara ini bisa mencapai 78.5 persen pada Agustus lalu.
Tentu saja hal ini mempengaruhi banyak hal, seperti terhadap minat, ekspor, kalkulasi dan efisiensi. Sehingga, efeknya cukup besar bagi kehidupan.
Selain pemain sepakbola, Argentina juga terkenal sebagai negara penghasil gandum yang besar di dunia. Karena setiap tahunnya ada sekitar 19 ton gandum yang dipanen dari sini.
Sebagai negara agraris sistem pertaniannya sudah cukup maju, dengan curah hujan dan iklim yang memadai.
Ditambah lagi mempunyai struktur alam yang lengkap dan subur. Seperti kutub yang beku, padang rumput, hingga dataran tinggi yang kaya nutrisi tanah.
Sayangnya, dampak inflasi di negara ini akan mencapai 100 persen pada akhir tahun nanti.
Kesimpulan ini diperoleh setelah bank sentral Argentina melakukan survei.
Bank ini berdiri pada 28 Mei 1935, menggantikan Dewan Mata Uang Argentina yang beroperasi sejak tahun 1899.
Dampak Inflasi yang Membuat Argentina Kacau Balau
Kebangkrutan Argentina yang disebabkan dampak inflasi sudah merebak luas di berbagai surat kabar dunia. Setelah hebohnya berita kebangkrutan Srilanka yang mengalami krisis ekonomi.
Hal yang menyedihkan bagi rakyat dan pemerintah negeri Lionell Messi ini adalah lemahnya mata uang Peso.
Tentu saja hal ini mempengaruhi semua lini perekonomian di negara ini.
Bahkan sekarang nilai mata uang peso Argentina atau ARS sudah mengalami penurunan menyedihkan. Karena di pasar uang nilainya melemah lebih dari 47% sepanjang tahun ini.
Kursnya sendiri sudah mencapai sebesar ARS 150 per dolar AS.
Namun, jika ditilik lebih lanjut, penyebab mata uang Argentina melemah akibat dari kesalahan mengurus perekonomian sejak sebelum pandemi Covid-19.
Awalnya semua hal ini disebabkan karena aparat pemerintah yang tidak memiliki tanggung jawab pada jabatannya. Sehingga, negara ini akhirnya mengalami kebangkrutan yang fatal dan menyedihkan.
Seperti yang diberitakan berbagai surat kabar pada tahun 2001, negara Argentina sudah kesulitan dalam membayar utang. Akibat dari kesalahan membuat kebijakan dari pemerintahan yang gegabah.
Kala itu pemerintah membuat keputusan untuk menyamakan 1 peso sama dengan 1 Dollar AS. Juga kegagalan membayar utang publik dan korupsi besar-besaran.
Korupsi tersebut merupakan perbuatan para pejabat negara yang mengakibatkan krisis ekonomi Argentina.
Akibatnya, Argentina berganti presiden sampai empat kali dari tahun 2001 sampai 2002.
Pandemi dan perang Rusia yang kemudian bergolak dengan sengit juga turut memperparah situasi. Mengakibatkan ARS terpuruk hingga lebih dari 3.388 perseb atas greenback.
Karena negara ini sangat sulit dalam mendapatkan dolar AS, akibat pembatasan oleh otoritas setempat. Sehingga lahirlah dollar blue atau blue dollar yang marak digunakan.
Blue dollar ini merupakan kegiatan penukaran mata uang ARS ke dolar AS di jalanan secara ilegal. Sehingga tidak teregulasi oleh bank sentral.
Kehadiran blue dollar walaupun diketahui oleh pihak terkait pemerintahan Argentina, tetapi ada pembiaran. Sehingga menjadi marak dan membahayakan negara itu sendiri.
Blue dollar ini terlahir akibat kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap mata uang dollar AS. Juga ketidakyakinan masyarakat Argentina terhadap Peso.
Nilai blue dollar sendiri menjadi jauh lebih tinggi daripada kurs resminya di bursa mata uang. Bahkan bisa sampai dengan dua kali lipat dibandingkan kurs real.
Misalnya pada hari Senin (10/10/2022) kurs resmi satu dolar AS memiliki nilai setara ARS 150 di bank sentral. Sementara itu pada kurs blue dollar menjadi senilai ARS 277.
Dampak inflasi menyebabkan banyak perekonomian masyarakat mengalami kekacauan. Sehingga, dapat menjadi pembelajaran negara lain agar tidak mengalami hal serupa.
Berdasarkan dari pemberitaan berbagai media yang melaporkan ketidak percayaan masyarakat terhadap Peso. Dan juga keterbatasan pasokan dollar AS membuat sistem pembelian mengalami perubahan.
Hal yang tak pernah terbayangkan dalam tatanan perekonomian dunia saat ini, saat dampak inflasi terjadi di Argentina, masyarakat melakukan cara kuno dalam memenuhi kebutuhan.
Mereka melakukan barter memenuhi kebutuhan bahan makanan untuk bertahan.
Masyarakat juga mengandalkan forum grup pada media sosial Facebook untuk bertukar informasi. Terutama saat ingin barter kebutuhan yang sedang diperlukan untuk hidup.
Media komunikasi via daring dengan media sosial ini sangatlah membantu warga di Argentina. Dari menentukan nilai barter dan tempat eksekusi akan dilakukan bersama.
Biasanya masyarakat yang hendak bertransaksi barter barang ini memilih tempat-tempat umum. Seperti contohnya adalah di taman-taman atau di stasiun kereta api.
Dampak inflasi yang menyebabkan tingginya biaya hidup masyarakat ini membuat kehidupan tidak terkendali. Sehingga menukarkan apa saja yang dapat digunakan untuk bertahan hidup.
Nilai barter tidak lagi sebanding yang penting bisa mendapatkan bahan makanan untuk menyambung hidup.
Misalnya saja menukar pakaian dengan sekantong gula atau bahan pokok lainnya.
Meskipun demikian, pemandangan yang kontras terjadi di pasar saham dunia.
Dimana indek utama seperti S&P Merval melaporkan pertumbuhan yang cukup signifikan.
Bahkan menurut informasi yang terlihat, ada lebih dari 73 persen pertumbuhan ke level 144645.33 sepanjang tahun ini.
Menggantungkan Hidup dari Pinjaman IMF
Dampak inflasi yang terjadi pada Argentina saat ini tak ubahnya seperti Indonesia di tahun 1997. Di mana saat itu negara kita sedang mengalami krisis moneter.
Argentina akhirnya menggantungkan IMF untuk cadangan devisa dan pembiayaan negara.
Bahkan pada pekan yang lalu, Dewan Eksekutif IMF memberikan persetujuan untuk review kedua.
Review ini merupakan program fasilitas pembiayaan tambahan senilai US$44 miliar.
Nantinya pinjaman ini akan diberikan kepada Argentina tanpa meminta syarat pencairan apapun.
Seperti yang dilaporkan berbagai media internasional, IMF menyetujui pencairan senilai US$3.8 miliar. Yang artinya akan menambahkan total pinjaman sekitar US$17.5 miliar dari plafon.
Sebagaimana pernyataan IMF yang dikutip oleh Reuters pada akhir pekan lalu. Bahwa, tindakan tegas yang dilakukan tim ekonomi penting bagi kestabilan pasar dan membangun kepercayaan
Demikianlah akhirnya Argentina kembali menjadi pasien IMF pada awal tahun ini. Agar dapat memperbaiki dan menggantikan program yang tidak berhasil pada 2018.
Program pinjaman baru ini disetujui IMF dengan sejumlah target ekonomi. Diharapkan pinjaman ini dapat digunakan untuk membantu negara dari keterpurukan akibat dampak inflasi.
Langkah perbaikan yang akan dilaksanakan tersebut contohnya seperti memperbaiki cadangan devisa yang menipis. Lalu juga mengurangi defisit fiskal primer yang dapat memperbaiki keuangan negara.
Semoga Argentina dapat bangkit dari keterpurukan yang terjadi di masa yang kritis ini. Dan kehidupan dapat kembali normal seperti sebelum dampak inflasi menghantui.