Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meloloskan resolusi yang mendesak terjadinya gencatan senjata di Jalur Gaza.
Seperti diketahui, Jalur Gaza telah terus-menerus menjadi target serangan militer Israel sejak awal bulan ini.
Meskipun resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza ini mendapat dukungan mayoritas anggota PBB, Israel dengan keras menolaknya.
Israel menyatakan bahwa PBB tidak lagi memiliki legitimasi.
Pro dan Kontra Resolusi Gencatan Senjata di Jalur Gaza
Resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza ini disetujui dengan perbandingan 120 suara mendukung, 14 suara menolak, dan 45 suara abstain dari anggota Majelis Umum PBB dalam pertemuan yang berlangsung pada Jumat (27/10) waktu setempat.
Israel, bersama dengan sekutunya, Amerika Serikat (AS), mengkritik keras resolusi ini karena tidak menyebutkan nama Hamas, kelompok yang mengendalikan Gaza, di dalam teks resolusi tersebut.
Israel menegaskan penolakan mereka terhadap resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza ini.
Mereka mengklaim bahwa mereka akan menggunakan ‘segala cara yang kami miliki’ untuk menghadapi Hamas.
Duta Besar Israel, Gilad Erdan, mengeluarkan pernyataan keras bahwa PBB kehilangan legitimasi dan relevansi mereka dalam menyelesaikan konflik di Gaza.
Resolusi ini diajukan oleh Yordania, yang mewakili 22 negara Arab, dan menyerukan ‘gencatan senjata kemanusiaan segera, yang bertahan lama dan berkelanjutan, yang mengarah pada penghentian permusuhan’.
Versi sebelumnya dari naskah resolusi hanya menyerukan ‘gencatan senjata segera’.
Israel telah melakukan serangan terhadap Jalur Gaza sejak awal Oktober, sebagai respons terhadap serangan yang dilakukan oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober.
Otoritas Israel melaporkan lebih dari 1.400 korban tewas akibat serangan dari pihak Hamas, dengan lebih dari 220 orang lainnya disandera dan dibawa ke Jalur Gaza.
Sementara itu, otoritas kesehatan di Jalur Gaza yang dikuasai oleh Hamas melaporkan sedikitnya 7.326 orang tewas akibat serangan udara Israel selama lebih dari tiga pekan terakhir.
Sebagian besar dari korban tewas adalah warga sipil, termasuk banyak anak-anak.
Hamas menyambut baik seruan dari PBB untuk mengakhiri konflik dengan Israel dan menuntut penerapannya segera.
Terutama untuk memungkinkan masuknya bahan bakar dan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil di Gaza.
Di sisi lain, otoritas Palestina, yang merupakan saingan Hamas, mengecam serangan Israel dan menyatakan bahwa posisi internasional telah berdiri bersama dalam menolak agresi yang dilakukan oleh Israel.
Resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza ini mendapatkan dukungan dari mayoritas anggota Majelis Umum PBB, dan termasuk di antara negara-negara yang mendukungnya adalah Indonesia.
Resolusi ini berfokus pada situasi kemanusiaan yang mengkhawatirkan di Jalur Gaza, di mana penduduknya terus menderita akibat serangan dari Israel.
Isi resolusi ini juga menyerukan penyaluran segera untuk air, makanan, pasokan medis, bahan bakar, listrik, dan akses tanpa hambatan bagi PBB dan badan-badan kemanusiaan lain yang berusaha membantu warga Palestina.
Namun, perpecahan terkait resolusi ini juga terlihat di negara-negara Barat.
Prancis memberikan suara dukungan, sementara Jerman, Italia, Inggris, Austria, dan AS memilih untuk tidak mendukung resolusi ini.
Komentar keras datang dari Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
Greenfield menilai bahwa resolusi ini tidak menyebutkan Hamas sebagai pelaku serangan teroris pada tanggal 7 Oktober, dan menganggapnya sebagai suatu kekurangan.