Sebanyak 25.000 orang menjadi korban setelah Jepang paksa sterilisasi warganya. Program sterilisasi ini dilakukan di bawah Undang-Undang Eugenetika pasca perang dunia ke-2.
Bahkan dua korban masih berusia 9 tahun saat proses pemandulan tersebut dilakukan.
Alasan Jepang Paksa Sterilisasi Warganya
Terungkapnya alasan Jepang paksa sterilisasi warganya setelah beberapa orang sedang menjalani prosedur rutin, seperti operasi usus buntu.
Pemerintah daerah pada saat itu memiliki kekuatan dalam menetapkan operasi secara sewenang-wenang.
Seorang korban yang saat ini berusia 80 tahun dipaksa menjalani operasi saat usianya 14 tahun.
Ia mengatakan kepada media lokal bahwa laporan tersebut merupakan bukti bahwa pemerintah telah menipu anak-anak.
Dikutip dari BBC, Saburo Kita menerangkan keinginannya agar negara tidak menutup-nutupi masalah ini dan menanggapi serius penderitaan para korban.
Laporan mencatat bahwa sterilisasi di bawah undang-undang saat ini sudah tidak berlaku lagi. Hal ini memungkinkan pihak berwenang melakukan prosedur pada orang-orang dengan keadaan khusus.
Misalnya seperti, disabilitas intelektual penyakit mental atau kelainan keturunan demi menjaga kelainan kelahiran anak-anak inferior.
Beragam Reaksi Setelah Laporan Korban Dirilis
Pemimpin kelompok tersebut memuji dokumen tersebut karena telah mengungkap kenyataan.
Namun, Ia juga menyoroti kekurangannya laporan tersebut karena tidak mengungkap mengapa undang-undang Eugenetika tersebut dibuat.
Lalu, mengapa membutuhkan waktu 48 tahun untuk memperbarui undang-undang tersebut tidak diungkap. Mengapa para korban tidak mendapat kompensasi atas paksaan yang dilakukan oleh negara.
Menurut laporan, korban termuda merupakan seorang laki-laki dan perempuan berusia 9 tahun saat sterilisasi pada awal 1960an hingga awal 1970an.
Latar belakang dari operasi tersebut tidak diketahui. Laporan tersebut juga mengungkap beberapa tempat pengasuhan anak-anak mengajukan permohonan secara berkelompok.
Menurut undang-undang, jika tidak ada persetujuan dari individu maka dewan pemeriksa di pemerintah prefektur yang akan memutuskan.
Namun terdapat beberapa kasus di mana prosedur tersebut tetap dilakukan tanpa diskusi dengan dewan setempat.
Laporan yang menyebutkan Jepang paksa sterilisasi warganya ditanggapi banyak pihak. Tidak sedikit para korban yang ingin pemerintah tidak menutup-nutupinya lagi.