Kasus penderita HIV di Indonesia meningkat setelah adanya release data dari Kementerian Kesehatan RI.
Peningkatan kasus HIV ini menariknya justru datang dari golongan ibu rumah tangga.
Menurut data Kemenkes penderita HIV di Indonesia meningkat pada IRT sebesar 5.100 kasus per tahun.
Penderita HIV di Indonesia Meningkat Pada Ibu Rumah Tangga
Penderita HIV di Indonesia meningkat terutama di kalangan ibu rumah tangga diakibatkan faktor kurangnya melakukan skrining.
Dalam beberapa kasus, pemeriksaan HIV untuk sang istri tidak diperbolehkan suami.
Hal ini dilatarbelakangi oleh stigma HIV di tengah masyarakat yang ditengarai menjadi salah satu penyebab utamanya.
“Hanya 55 persen ibu hamil yang dites HIV. Hal ini karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suaminya untuk tes dengan berbagai alasan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr Mohammad Syahril.
Hal terssebut Syahril sampaikan dalam konferensi pers Melindungi Anak dari Penyakit Menular Seksual.
Syahril meminta suami untuk lebih terbuka pada istri terkait dengan ketidakinginan suami memberi izin istri melakukan tes.
Menurut Syahril hal tersebut sangat penting. Sebab, pengecekan HIV perlu dilakukan untuk mengendalikan penularannya.
“Kalau hubungan ini dibuat terbuka, walaupun tidak gampang. Nah, untuk itu kita sampai data dengan maksud ya ini harus ditekankan dan bisa dikendalikan,” sungkap Syahril.
Menurut Syahril terkait stigma yang berkembang di masyarakat, masalah ini juga harus diselesaikan oleh masing-masing pihak.
Dukungan dari pihak keluarga maupun pertemanan diperlukan oleh si pasien.
Ditambah lagi penderita HIV di Indonesia meningkat justru di kalangan ibu rumah tangga. Juga, ada kemungkinan bisa diakibatkan kelakukan suami yang hobi ‘jajan’ di luar.
“Stigma Ini pertama itu memang harus dari orangnya itu sendiri sama dulu. Baik itu dari keluarga lingkungan teman-temannya yang itu beri stigma padahal itu penularannya bisa dicegah,” kata Syahril.
“Kita hanya bersalaman bertemu ngobrol-ngobrol itu tidak akan terjadi penularan jadi jangan sampai orang ini harus dikucilkan,” sambungnya.
Selanjutnya ia juga mengatakan, pasien sangat membutuhkan bantuan penuh dari orang terdekat.
Dengan adanya dukungan tersebut, pasien bisa lebih bersemangat dalam menjalani pengobatan dan bisa menjalani hidup dengan baik.
“Justru orang ini harus dibantu untuk tetap dia mendapatkan akses pengobatan, agar dia betul-betul bisa hidup seperti orang yang lain,” jelas Syahril menambahkan.
“Nah, stigma ini harus dijaga satu oleh keluarga dulu bisa dari pasangan bisa dari anak orang tua atau lingkungan keluarga atau teman-teman,” pungkasnya.