Hari ini Jumat Desember 2022, Presiden Jokowi secara resmi menandatangani Perppu Cipta Kerja.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini berperan sebagai pengganti UU Cipta Kerja.
Sebagaimana diketahui, Undang Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021.
“Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK,” demikian penjelasan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers.
Perppu Cipta Kerja ini menjadi ujung penantian dunia bisnis yang sempat mengalami kebingungan setelah UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional.
Dunia bisnis memerlukan kepastian hukum yang lebih spesifik untuk mengatur pola bisnis di Indonesia.
Setelah keputusan MK ini secara tidak langsung menjadikan UU Cipta kerja hasil tahun 2020 tak lagi relevan untuk diterapkan di Indonesia.
Menurut Airlangga, pengeluaran Perppu Cipta Kerja ini telah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 38/PUIU 7/2009, sehingga sah secara hukum.
Perppu Cipta Kerja yang Diterbitkan Jokowi Bersifat Mendesak
Masih mengutip dari penjelasan Airlangga, dikatakan bahwa sejumlah pasal pada UU Cipta Kerja sendiri terdapat beberapa poin pengaturan yang sifatnya mendesak.
Termasuk di antaranya terkait dengan persoalan Indonesia di tahun 2023.
Tentunya diketahui bersama saat ini dunia sedang berhadapan dengan resesi global dan situasi krisis energi.
Tidak hanya itu, dunia juga menghadapi inflasi, krisis pangan, perubahan iklim, stagflasi, dan situasi geopolitik seperti perang Ukraina.
Situasi yang cukup berat di dunia ini memaksa Indonesia harus bekerja ekstra dalam mempertahankan situasi ekonominya.
Diharapkan penerapan perppu ini dapat membantu memperbaiki situasi dunia bisnis ke depannya.
Sedangkan pemerintah sendiri mengharapkan di tahun 2023 defisit anggaran bisa dipertahankan tetap sehat di bawah 3 persen. Juga menargetkan investasi sebesar Rp 1.400 triliun.
Pada kesempatan berbeda, Mahfud MD selaku Menko Polhukam menyatakan keputusan Perppu Cipta Kerja ini lebih tepat karena sifatnya yang mendesak.
Ketika UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional, maka ada kekosongan UU yang harus segera di isi.
Sementara proses pembuatan UU secara normal jelas akan memakan waktu panjang.
Perppu Cipta Kerja yang cepat direalisasikan akan lebih efektif untuk mengisi ruang UU yang kosong ketika kebutuhan akan aturan bersifat mendesak.