Sidang kasus lanjutan Mario Dandy yang menganiaya Cristalino David Ozora di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (11/7) menjadi saksi perdebatan sengit.
Pertikaian ini muncul ketika penasihat hukum Shane Lukas Pangondian Lumbantoruan, terdakwa dalam kasus tersebut, menginterogasi Ahmad Sofian. Seorang ahli pidana dari Universitas Binus, mengenai unsur pembiaran yang didakwakan terhadap kliennya.
Awalnya, penasihat hukum Shane menanyakan keberadaan unsur pembiaran dalam Pasal 76 C jo Pasal 80 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sofian menyatakan bahwa pasal tersebut tidak mengandung unsur pembiaran.
Namun, ketika Sofian sedang menjelaskan pasal tersebut, penasihat Shane memotong penjelasannya.
“Tidak ada unsur, kan?” tanya penasihat hukum Shane.
“Tidak ada. Ada penjelasan terkait pembiaran, jadi anda harus membedakan bahwa unsur tersebut ada dalam pasal objektif dan subjektif. Dalam objektif ada perbuatan yang kita bedah lagi,” jawab Sofian.
“Jadi, jangan terburu-buru…” tambahnya.
“Dakwaan ini tidak ada unsur?” tanya penasihat hukum Shane, memotong penjelasan Sofian.
Perdebatan antara keduanya terjadi pada momen ini. Sofian menolak menjawab pertanyaan penasihat hukum Shane karena dianggap keliru.
Hakim Ketua Alimin Ribut Sujono kemudian mencoba menghentikan perdebatan antara Sofian dan penasihat hukum Shane.
Hakim Alimin menjelaskan bahwa jaksa penuntut umum (JPU) memiliki hak untuk menentukan pasal yang didakwakan terhadap tersangka.
Namun, pasal tersebut akan dibuktikan di persidangan.
Jaksa mengungkapkan keberatan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh penasehat hukum Shane.
Jaksa menjelaskan bahwa unsur-unsur dalam Pasal 76 C tidak hanya terkait dengan pembiaran, tetapi juga mencakup membiarkan, melakukan, dan turut serta melakukan.
Penasehat Hukum Mario Dandy Ajukan Pemeriksaan Psikiater
Pada saat yang sama, dalam persidangan yang sama, penasihat hukum Mario Dandy Satriyo, Andreas Nahot Silitonga, mengajukan permohonan pemeriksaan psikiater untuk kliennya di lembaga permasyarakatan (lapas).
“Kami telah mengajukan permohonan secara tertulis kepada PTSP untuk meminta pemeriksaan psikiater terhadap Mario yang akan dilakukan di lapas. Kami memohon izin untuk menghadirkan psikiater guna membela klien kami di lapas,” kata Andreas dalam persidangan.
Hakim Alimin kemudian menanyakan waktu pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap Mario Dandy.
Andreas menyatakan bahwa dia akan segera berkonsultasi dengan psikiater tersebut jika majelis hakim mengabulkan permohonannya.
Hakim Alimin meminta pendapat jaksa penuntut umum (JPU) mengenai pemeriksaan psikiater Mario Dandy. Namun, jaksa menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada majelis hakim.
Hakim Alimin memberikan izin kepada Mario Dandy untuk menjalani pemeriksaan psikiater di Lapas Salemba, Jakarta Pusat, secepat mungkin. Asalkan tidak mengganggu proses persidangan.
Dalam kasus ini, Mario Dandy didakwa melakukan penganiayaan berencana yang berat bersama-sama dengan Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan dan seorang gadis berusia 15 tahun yang disebut dengan inisial AG.
Penganiayaan terhadap David dilakukan pada 20 Februari 2023, sekitar pukul 19.00 WIB di Perumahan Green Permata, Jalan Swadarma Raya, Kelurahan Ulujami, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
AG, sang gadis, telah dijatuhi vonis bersalah dengan hukuman penjara selama 3,5 tahun. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap, dan AG ditahan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Tangerang.