Tindakan siswa SD Situbondo sayat lengan sendiri sungguh mencemaskan.
Mereka sengaja melukai diri sendiri dengan cara menggores atau menyayat lengannya demi mengikuti tren viral di media sosial TikTok.
Selain siswa SD, tren ini juga menyebar di kalangan pelajar SMP dan terus menyebar melalui media sosial serta grup aplikasi pesan.
Siswa SD Situbondo Sayat Lengan Sendiri dengan Stik Alat Kesehatan
Para siswa SD Situbondo sayat lengan sendiri menggunakan alat kesehatan berbentuk stik yang biasanya digunakan untuk mengukur kadar gula darah.
Mereka mengakui telah membeli alat tersebut dari seorang pedagang keliling yang berjualan di sekitar sekolah mereka.
Kejadian siswa SD Situbondo sayat lengan sendiri terungkap ketika seorang siswa kelas V ditemukan dengan luka goresan parah di lengannya.
Guru sekolah tersebut segera melaporkan kejadian ini kepada kepala sekolahnya, yang kemudian mengkoordinasikan langkah-langkah selanjutnya untuk mengatasi fenomena ini.
Pihak sekolah langsung mengambil tindakan dengan memeriksa semua siswa di sekolah tersebut.
Mereka juga berkoordinasi dengan sekolah lain untuk melakukan pengecekan terhadap seluruh siswa.
Hasilnya, sekitar 10 siswa lebih juga ditemukan dengan luka yang serupa.
“Di sekolah kami ternyata ditemukan sekitar 10 siswa lebih yang lengannya juga tersayat. Kami langsung melakukan pembinaan dan memanggil orang tuanya,” kata seorang kepala sekolah sebuah SD di Kota Situbondo.
Pihak sekolah juga melaporkan fenomena ini kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Situbondo agar dapat dilakukan investigasi lebih lanjut di sekolah-sekolah lain.
Selain itu, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Situbondo, Supiyono, menyatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan para koordinator wilayah SD dan musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) untuk menangani masalah ini di tingkat SMP.
Mengingat, tren ini juga dapat merambah ke kalangan siswa SMP.
Dalam mengatasi fenomena siswa SD Situbondo sayat lengan sendiri ini, pihak Disdikbud juga akan melibatkan para orang tua siswa melalui komite yang ada di masing-masing sekolah.
Namun, tantangan terbesar adalah pengawasan anak-anak dalam penggunaan media sosial, terutama ketika mereka berada di rumah.
Psikolog dan Praktisi Perlindungan Perempuan dan Anak Jatim, Riza Wahyuni, menekankan bahwa tren ini sebenarnya telah berlangsung cukup lama.
Akan tetapi, baru menjadi sangat ramai karena dilakukan secara langsung di TikTok.
Tren ini melibatkan tantangan yang menyatakan semakin banyak goresan, semakin banyak hadiah yang diterima.
Hal ini tentu saja mempengaruhi kesehatan mental anak-anak.
Anak-anak pada umumnya rentan terhadap masalah kesehatan mental, dan berbagai faktor seperti bullying, kekerasan, dan situasi dalam keluarga dapat mempengaruhi kondisi mental mereka.
Oleh karena itu, peran semua pihak, termasuk orang tua, sangat penting dalam mengawasi anak-anak dalam menggunakan media sosial dan mendeteksi masalah kesehatan mental mereka.