Pihak WO penyulut flare yang memicu kebakaran hutan dan lahan di Gunung Bromo telah melakukan serangan balik dalam kasus hukum yang menimpa mereka.
Melalui kuasa hukum mereka, Hasmoko, mereka berencana untuk melaporkan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS).
Laporan ini diajukan karena rombongan WO penyulut flare tersebut meyakini bahwa ada kelalaian yang dilakukan oleh BB TNBTS yang menyebabkan kebakaran di Bromo.
WO Penyulut Flare Laporkan BB TNBTS
Pihak WO penyulut flare memberikan pendapat bahwa kebakaran di Bromo tidak hanya terkait dengan kegiatan foto prewedding mereka.
Mereka percaya bahwa ada kelalaian yang dilakukan oleh BB TNBTS dalam menghadapi kasus ini.
Kelalaian ini disebabkan oleh ketidakadaannya sistem pengamanan dan antisipasi terhadap kebakaran di area tersebut.
Mereka menilai bahwa hal ini terlihat dari ketiadaan fasilitas pemadam kebakaran atau tim siaga kebakaran yang seharusnya ada.
Hasmoko, kuasa hukum mereka, mengungkapkan bahwa laporan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan wisata di Bromo-Tengger-Semeru menjadi lebih baik di masa depan dan tidak hanya terfokus pada aspek bisnis semata.
Pihak WO penyulut flare berharap agar ke depannya, pengelolaan tersebut lebih tertib dan lebih berorientasi pada keselamatan pengunjung.
Mereka juga ingin memastikan bahwa fasilitas umum dan sistem keamanan yang memadai tersedia untuk para wisatawan.
Wisata Gunung Bromo Ditutup
Penyulutan flare yang dilakukan oleh pengunjung saat sesi foto prewedding di Blok Savana Lembah Watangan atau Bukit Teletubbies di Gunung Bromo telah menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Akibat kejadian ini, wilayah wisata Gunung Bromo dan sekitarnya harus ditutup sementara waktu.
Total luasan yang terkena dampak diperkirakan mencapai 500 hektar.
Polres Probolinggo telah menetapkan satu tersangka dalam kasus ini, yaitu AW, seorang manajer wedding organizer asal Lumajang.
Tersangka dijerat dengan beberapa pasal hukum terkait peristiwa ini, termasuk Pasal 50 ayat 3 huruf D Jo Pasal 78 ayat 4 UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Kasus ini menjadi perhatian serius dalam upaya penegakan hukum terkait insiden kebakaran di Gunung Bromo tersebut.