Alat musik Sumatera Utara menampilkan beragam jenis, termasuk alat musik tiup, alat musik pukul, dan alat musik gesek.
Sumatera Utara adalah provinsi multietnis dengan penduduk asli seperti Suku Batak, Nias, Siladang, dan Melayu.
Meskipun provinsi ini menarik berbagai kelompok etnis seperti Tionghoa, Jawa, Arab, dan India, kekayaan budaya asli tetap terjaga dengan kuat.
Alat musik Sumatera Utara menjadi contoh konkret bagaimana kebudayaan asli tetap hidup.
Beragam jenis alat musik tradisional yang ada di sana menjadi bukti nyata keberagaman budaya dan ketahanan tradisi, seiring dengan pertumbuhan dan perubahan yang berlangsung di wilayah ini.
10 Alat Musik Sumatera Utara yang Beragam
Berikut adalah ulasan mengenai beberapa alat musik Sumatera Utara yang biasa dimainkan di berbagai acara:
Doli-doli Alat Musik Sumatera Utara
Doli-doli adalah alat musik tradisional yang berasal dari Nias, Sumatera Utara. Alat musik ini terbuat dari bahan alam, seperti kayu, bambu, dan batang pohon.
Secara sekilas, doli-doli tampak mirip dengan kolintang, meskipun ukurannya lebih kecil dan memiliki bilah kayu yang lebih sedikit.
Doli-doli dimainkan dengan cara dipukul menggunakan dua batang kayu.
Ada dua jenis doli-doli yang umum dikenal:
Gahe
Jenis ini lebih sederhana dengan hanya empat bilah kayu yang diletakkan di pangkuan paha atau lutut pemain. Doli-doli gahe biasanya dimainkan di ladang untuk melepas penat.
Hagita
Doli-doli hagita merupakan versi yang lebih maju dengan bilah kayu yang lebih banyak, yaitu sekitar 6 hingga 8 bilah dengan nada yang berbeda.
Alat musik ini sering dimainkan bersama dengan alat musik tradisional lainnya seperti lagia, fondrahi, gondra, tutuhao, nduridana, ndurimbewe, faritia, dan lainnya.
Doli-doli digunakan dalam upacara adat, religi, serta dalam suasana sedih dan duka cita.
Druri Dana
Druri dana adalah alat musik tradisional yang menyerupai Angklung dan berasal dari Pulau Nias, Sumatera Utara.
Berbeda dengan doli-doli yang terbuat dari kayu, druri dana terbuat dari bambu yang dirangkai dengan cara khusus.
Alat musik Sumatera Utara ini dapat dimainkan dengan dua cara: dipukul dan digoyangkan seperti angklung.
Saat bambu-bambu druri dana saling beradu, alat musik ini menghasilkan suara khas yang unik.
Aramba
Aramba adalah alat musik tradisional dari Sumatera Utara yang juga berasal dari Nias. Aramba terbuat dari bahan logam seperti kuningan atau perunggu.
Meskipun sejarah asal-usul aramba masih diperdebatkan, ada pandangan bahwa alat musik ini mungkin memiliki pengaruh dari Jawa melalui proses pertukaran budaya.
Aramba terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran dan fungsinya:
- Aramba yang Berukuran Kecil atau Standar: Jenis ini memiliki diameter sekitar 40-50 cm. Aramba standar sering digunakan dalam berbagai situasi.
- Aramba yang Sedang: Jenis ini sering digunakan dalam upacara pernikahan.
- Aramba yang Besar: Jenis ini memiliki diameter sekitar 60-90 cm dan digunakan oleh kaum bangsawan
Aramba dimainkan dengan cara dipukul pada bagian tengah yang menonjol, menghasilkan suara yang bervariasi tergantung pada ukuran aramba.
Garantung
Garantung adalah alat musik tradisional yang berasal dari suku Batak Toba di Tapanuli, Sumatera Utara. Alat musik ini terdiri dari 7 bilah kayu yang digantung di atas kotak resonator.
Garantung dapat dimainkan baik sebagai alat musik tunggal maupun dalam ansambel.
Ketika digunakan dalam ansambel, alat musik ini sering digunakan dalam kesenian uning-uningan yang berfungsi sebagai pemanggil roh dalam berbagai ritual.
Semua alat musik tradisional Sumatera Utara memiliki peran penting dalam budaya digunakan dalam berbagai upacara adat, religi, dan saat perasaan duka cita.
Faritia
Faritia adalah salah satu alat musik tradisional yang berasal dari Sumatera Utara, mirip dengan gong dalam bentuk dan bahan pembuatannya.
Alat musik ini terbuat dari logam kuningan atau perunggu. Salah satu perbedaan utama antara faritia dan gong adalah ukuran, dengan faritia memiliki ukuran yang lebih kecil, sekitar 20 hingga 30 cm.
Faritia termasuk dalam kategori idiophone, alat musik yang menghasilkan suara melalui getaran.
Cara memainkannya adalah dengan memukul bagian tengah yang menonjol menggunakan pemukul yang disebut simalambuo atau kayu duria. Saat dipukul, faritia menghasilkan suara yang sangat khas.
Gonrang
Selain faritia, ada juga alat musik tradisional lainnya yang berasal dari Sumatera Utara, yaitu Gonrang. Gonrang memiliki arti “gendang” dalam bahasa daerah Sumatera Utara.
Alat musik ini terbuat dari kayu yang dilubangi di bagian tengahnya, dan lubang tersebut dilapisi dengan selaput yang terbuat dari kulit lembu.
Ini berfungsi sebagai membran atau sumber suara.
Gonrang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan tangan dan berfungsi sebagai pengatur ritme dalam pertunjukan.
Biasanya, beberapa gonrang disusun dengan rapi, disandarkan, atau diikat pada tiang atau bambu.
Alat musik ini biasanya dimainkan pada acara-acara khusus seperti upacara adat, penyambutan tamu, pernikahan, dan upacara kematian.
Sulim
Sulim adalah alat musik tiup yang berasal dari suku Batak Toba. Bentuknya mirip dengan seruling dan terbuat dari bambu.
Sulim memiliki satu lubang tiupan dan enam lubang nada. Lubang-lubang ini menciptakan warna bunyi yang memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dari instrumen seruling lainnya.
Awalnya, Sulim dimainkan sebagai alat musik solo, namun dalam perkembangannya, alat musik ini digunakan dalam ansambel atau permainan musik berkelompok untuk mengiringi opera Batak atau yang disebut uning-uningan.
Ole-ole
Ole-ole, di sisi lain, bukanlah alat musik pertunjukan melainkan alat musik yang dimainkan sendiri atau solo.
Alat musik Sumatera Utara ini sangat sederhana dan dapat dibuat sendiri di rumah, terutama jika rumah Anda berdekatan dengan sawah.
Ole-ole terbuat dari satu ruas batang tanaman padi, dengan bagian ruasnya dipecah-pecah untuk digunakan sebagai penggetar udara atau sumber bunyi.
Biasanya, daun kelapa muda digunakan untuk melilitkan bagian alat musik ini, yang berfungsi sebagai tempat resonansi atau untuk memperkuat suara.
Ole-ole tidak memiliki tangga nada yang pasti, karena lubang yang diberikan pada alat musik ini tergantung pada si pembuat untuk mencapai nada yang diinginkan.
Alat musik Sumatera Utara ini biasanya dimainkan sebagai sarana untuk melepas penat dan kebosanan, dan seringkali digunakan di tengah sawah saat musim panen tiba untuk menghibur para petani.
Sama halnya dengan alat musik Sulawesi Selatan yang juga dimainkan di berbagai kesempatan.
Ogung
Ogung, sebaliknya, adalah alat musik tradisional dari Sumatera Utara yang juga berfungsi sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat Batak Toba.
Alat musik Sumatera Utara ini terbuat dari logam dengan diameter sekitar 40 hingga 46 cm dan ketebalan sekitar 2 hingga 3 mm.
Terdapat bagian menonjol di tengah dengan diameter sekitar 7 hingga 8 cm. Ogung merupakan salah satu anggota dari Gondang Sabangunan, yang juga terdiri dari Taganing, Sarune, dan Hesek.
Gordang
Terakhir, ada Gordang Sambilan, alat musik Sumatera Utara berupa gendang yang terdiri dari sembilan buah gendang.
Setiap gendang memiliki diameter dan panjang yang berbeda, menghasilkan berbagai nada dan bunyi yang berbeda pula.
Gordang Sambilan dimainkan oleh enam orang, masing-masing memegang beberapa gendang dengan penamaan yang berbeda, termasuk Taba-Taba, Tepe-Tepe, Kudong-Kudong, Kudong-Kudong Nabalik, Pasilion, dan Jangat.
Pada masa lalu, Gordang Sambilan hanya dimainkan pada acara sakral, tetapi seiring perkembangan waktu, alat musik Sumatera Utara ini digunakan dalam berbagai acara.
Seperti pernikahan, penyambutan tamu, dan perayaan besar lainnya.
Meskipun berasal dari berbagai suku dan daerah, alat musik Sumatera Utara ini memperkaya warisan budaya Indonesia dan menunjukkan kekayaan musik tradisional di Sumatera Utara.