Secara umum pencapaian generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan belum menyamai generasi sebelumnya. Yaitu baby boomers dan Gen-X.
Hal ini dapat disimpulkan dari hasil survey yang dirilis Tirto.id pada tahun 2019. Generasi ini cenderung lebih boros, tidak memiliki rencana investasi, dan sulit menabung.
Padahal Gen-Z dan milenial adalah generasi yang paling melek teknologi, dinamis, kreatif, dan cepat beradaptasi.
Sebenarnya, apa saja masalah generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan mereka? Simak penjelasannya di bawah ini.
5 Masalah Generasi Z Dan Milenial Dalam Mengelola Keuangan
Dari hasil penelitian dan survei beberapa lembaga, ada lima masalah pokok generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan.
Temukan kelima masalah tersebut beserta kemungkinan jalan keluarnya.
FOMO Dan YOLO
FOMO adalah Fear of Missing Out, atau takut ketinggalan trend dan perkembangan terkini. Fenomena FOMO berkembang di komunitas Gen-Z dan milenial, terutama setelah penggunaan smartphone melesat.
Sedangkan YOLO adalah You Only Live Once, yang merupakan jargon beken di kalangan anak muda.
YOLO memandang pentingnya menghargai pencapaian diri sekecil apapun. Menikmati hidup dan bersenang-senang, mumpung hidup hanya sekali.
Keduanya tidak salah, hanya saja prinsip tersebut sering menjebak generasi muda dalam sikap konsumtif dan boros.
Pandangan YOLO dan FOMO juga membuat generasi muda tidak takut berutang. Hal ini akan menjebak mereka dalam masalah keuangan lebih besar.
Di tahun 2018, riset Credit Carma menyebutkan ada 39 persen generasi Z dan milenial yang terjebak utang demi mengikuti tren ini.
Hanya saja ada perbedaan diantara keduanya. Generasi milenial cenderung lebih hati-hati mengikuti trend ini.
Sementara Gen-Z terlihat lebih bersemangat sehingga terkesan terlalu santai dalam menjalani hidup.
Investasi VS Self Reward
Self reward merupakan ‘balasan’ atas usaha yang dilakukan selama ini. Pencapaian kecil pun patut diganjar dengan reward.
Tindakan ini sangat efektif dalam menjaga semangat kerja dan mencintai diri sendiri. Masalah mulai timbul ketika self reward memakan porsi terlalu besar dalam anggaran.
Kebanyakan Gen-Z menghabiskan 20-30 persen bagian anggaran keuangan untuk membiayai self reward, mengacu pada survei KataData.
Hal ini jauh lebih besar daripada porsi tabungan dan investasi yang berkisar antara 10-20 persen dari pendapatan, mengacu pada riset IDN Research Institute.
Sementara 40 persen milenial pernah melakukan investasi, tetapi tidak memiliki perencanaan yang matang. Hal ini menunjukkan generation gap keduanya dalam mengelola keuangan.
Dalam jangka panjang, porsi terbalik ini akan menjebak Gen-Z dan milenial dalam mengelola keuangan yang salah langkah.
Faktanya, saat ini ada 38,2 persen Gen-Z dan milenial yang mengaku mengalami penurunan pendapatan. Data ini mengacu pada survey KIC dan ZIGI di tahun 2022 terhadap 5.024 responden.
Seharusnya dengan penurunan pendapatan, Gen-Z lebih mengutamakan investasi dibandingkan self reward.
Langkah yang dapat dilakukan adalah mengganti self reward dengan hal yang lebih hemat anggaran.
Sulit Memiliki Hunian Pribadi
The Urban Institute menyebutkan, hasil penelitian mereka mengungkap bahwa Gen-Z dan milenial jauh lebih sulit memiliki rumah dibandingkan generasi sebelumnya.
Hanya 37 persen generasi muda berusia 25-34 tahun di AS yang telah memiliki rumah atau mencicil hunian mereka.
Sementara generasi 45 persen baby boomers di usia yang sama telah memiliki hunian. Rumah memang menjadi masalah pelik generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan.
Hal ini disebabkan oleh kebiasaan Gen-Z dan milenial menunda tabungan untuk memiliki rumah. Menganggap hunian hanya diperlukan saat mereka akan menikah nanti.
Kebiasaan tersebut diperparah dengan kenaikan harga tanah dan properti yang jauh lebih tinggi daripada kenaikan upah.
Tidak Memiliki Dana Pensiun dan Dana Darurat
Sejak pandemi tahun 2020, fenomena WFA dengan posisi freelancer dan pekerja kontrak menjamur di generasi muda.
Di satu sisi gaya bekerja ini sangat menyenangkan karena lebih fleksibel dan dinamis. Di sisi lain, generasi muda tidak memiliki dana pensiun.
Perusahaan tidak berkewajiban membayar dana tersebut kepada freelancer.
Kebanyakan milenial merupakan generasi roti lapis yang menanggung beban ekonomi keluarga dan tidak bisa menyisihkan dana darurat.
Berbeda dengan mereka, sikap konsumtif Gen-Z lah yang membuat lupa menyisihkan dana pensiun dan darurat.
Padahal selama tahun 2021, ada 22,9 persen milenial yang terkena pemutusan kerja dan 12,5 persen lagi terkena pemotongan gaji.
Hal ini sangat membahayakan kondisi keuangan milenial di masa depan.
Utang? Siapa Takut?
Seperti dikatakan di atas, Gen-Z dan milenial tidak takut berutang untuk mengikuti trend dan memenuhi kebutuhan tersier.
Ditambah lagi saat ini berutang dapat dilakukan dengan mudah melalui aplikasi dan layanan marketplace.
Jebakan utang akan menjerumuskan mereka ke dalam masalah keuangan yang lebih besar, bahkan dapat terseret ke ranah hukum.
Cara Keluar Dari Jebakan Pengelolaan Keuangan Yang Salah
Setelah mengetahui masalah generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan, kini mari membahas jalan keluarnya.
Batasi Pengeluaran Untuk Experience Spending
Yang termasuk experience spending adalah pengeluaran untuk jalan-jalan, wisata kuliner, membeli barang yang sedang trend, atau menonton konser idola.
Pengeluaran seperti ini efek menyenangkannya hanya sementara, bukan jangka panjang. Terlebih, jumlahnya akan terus membengkak seiring waktu.
Sebaiknya, batasi pengeluaran ini, terlebih karena kebanyakan diantaranya adalah pengeluaran tersier.
Pengeluaran untuk experience spending sebaiknya tidak lebih 10 persen dari pendapatan bersih. Artinya pendapatan yang telah dikurangi kewajiban dan pajak.
Penghitungan yang tepat akan membantu generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan mereka.
Jangan Menunda Investasi
Sejak mendapat gaji pertama, seharusnya sisihkan sebagian dana untuk investasi dan tabungan. Tidak perlu terlalu besar, asalkan konsisten setiap bulan.
Ketika ada kelebihan dana, alokasikan ke investasi. Kombinasikan investasi berisiko tinggi dan rendah.
Tentukan tujuan investasi agar lebih bersemangat menjalankannya. Misalnya untuk memiliki pendapatan pasif di masa depan, pensiun lebih cepat, dll.
Terlebih, jangan mudah menarik investasi dan tabungan untuk memenuhi keinginan sesaat.
Sesuaikan Gaya Hidup Dengan Gaji
Banyak ungkapan yang mengatakan bahwa pengeluaran hidup tidaklah besar. Gaya hidup yang membuatnya berat.
Tidak perlu malu untuk menyesuaikan gaya hidup dengan besarnya gaji. Toh kita hidup untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga, bukan mengikuti komunitas.
Sesekali tentu Anda dapat memanjakan diri, asalkan tidak berlebihan dan melampaui kemampuan. Namun tidak perlu terlalu sering.
Paylater dan Kredit Hanya Untuk Kondisi Darurat
Bagaimanapun, paylater dan kartu kredit adalah utang yang berbunga dan harus dibayar tepat waktu. Jika tidak, maka beban keuangan akan semakin berat.
Maka gunakan kedua instrumen tersebut hanya pada kondisi darurat. Jika bisa, dimanfaatkan dalam hal produktif.
Selalu bayar cicilan paylater tepat waktu agar tidak dibebani denda dan bunga yang lebih banyak.
Sebelum menggunakan fasilitas tersebut, hitung dulu selisih dan keuntungannya dibandingkan jika membayar secara tunai.
Mencari Pekerjaan Sampingan
Jika membatasi pengeluaran saja belum cukup untuk mengamankan kondisi keuangan, maka saatnya mencari pekerjaan sampingan.
Ada banyak kesempatan terbuka untuk generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan dan mendapat pemasukan tambahan.
Salah satunya adalah memanfaatkan hobi dan teknologi. Untungnya generasi muda ini sangat mahir dalam kedua hal tersebut.
Pendapatan dari pekerjaan sampingan dapat diinvestasikan terlebih dulu. Jangan takut terkesan pelit.
Jika keuangan sudah stabil, tentu Anda bisa sesekali melonggarkan pengeluaran dan menyenangkan diri.
Masalah yang dihadapi generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan sebenarnya lebih mengacu pada pemenuhan keinginan.
Jika dapat menahan diri dan menyesuaikan pengeluaran dengan pendapatan, maka generasi ini dapat memiliki tingkat keuangan yang lebih baik.
Kini setelah memahami masalah generasi Z dan milenial dalam mengelola keuangan, tindakan ada di tangan Anda.
Jika ingin memperbaiki kondisi ekonomi, maka mengubah gaya belanja dan berhemat adalah solusi yang memungkinkan saat ini.