Hal makruh saat puasa Ramadhan sebaiknya dihindari agar nilai puasa tidak berkurang. Juga untuk mencegah rusaknya shaum kita.
Perbuatan makruh berarti perbuatan yang jika dilaksanakan tidak berdosa, tetapi jika ditinggalkan akan berpahala.
Sewaktu shaum, dianjurkan meninggalkan hal makruh saat puasa Ramadhan agar puasa tidak rusak. Karena hal makruh tersebut jika tidak berhati-hati dapat membatalkan puasa.
Di bawah ini adalah 5 hal makruh saat puasa Ramadhan yang sebaiknya dihindari beserta fatwa ulama dan hadist yang mendasarinya.
5 Hal Makruh Saat Puasa Ramadhan
Pada dasarnya, hukum awal sebuah perbuatan adalah mubah atau boleh. Namun ada kalanya suatu kondisi mengubah hukum tersebut menjadi makruh.
Misalnya menyikat gigi, tentu saja diperbolehkan. Bahkan dianjurkan untuk menjaga kebersihan.
Tetapi saat shaum Ramadhan, menyikat gigi dapat menjadi hal makruh. Selain menyikat gigi, ada empat hal makruh saat puasa Ramadhan lainnya.
Berikut adalah penjelasannya beserta hadist dan fatwa ulama yang mendasari hukum tersebut.
Menyikat Gigi Dengan Pasta Gigi
Menyikat gigi dengan pasta gigi berbeda dengan bersiwak. Rasulullah membolehkan bersiwak saat puasa karena tidak ada rasa dan aroma menyegarkan yang kuat.
Bahkan Rasul sangat menganjurkan bersiwak dan termasuk sunnah yang syar’i. Seperti pada hadist Bukhari No. 27 yang berbunyi,
“Seandainya tidak memberatkan untuk umatku, maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.”
Tidak ada perintah dan larangan khusus berkaitan dengan siwak pada orang yang berpuasa, maka bersiwak tidak makruh.
Sementara menyikat gigi dengan odol menghasilkan rasa segar dan aroma yang kuat, karena itu ini menjadi hal makruh saat puasa ramadhan jika dilakukan terlalu sering.
Sebagian ulama menganjurkan menyikat gigi dengan odol sebaiknya dilakukan sebelum tengah hari.
Berbekam Atau Donor Darah
Bekam dan donor darah mengeluarkan sejumlah darah dari tubuh. Tindakan ini dapat membuat tubuh lemas dan kepala pusing.
Karenanya, bekam dan donor darah dimakruhkan bagi mereka yang rentan mengalami hal di atas. Misalnya orang yang memiliki tekanan darah rendah, tidak sempat sahur, atau hipoglikemia.
Bahkan jika sampai membuat puasa orang tersebut terpaksa dibatalkan, maka bekam dan donor darah berstatus haram.
Namun bila kondisi badan sangat fit sehingga yakin bekam atau donor darah tidak mempengaruhi kesehatan, maka hukumnya boleh.
Fatwa mengenai bekam ini diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri yang berkata, “Rasulullah SAW memberikan keringanan bagi orang yang berpuasa untuk berbekam dan mencium istri’.” (HR An Nasa’i dalam Al Kubro dan Ad Daruquthni serta Ibnu Khuzaimah).
Berenang
Sebenarnya Rasulullah SAW membolehkan mencuci muka, menyiram air ke kepala, bahkan mandi saat badan lemas dan kepanasan akibat puasa.
Namun tidak halnya dengan berenang, karena dikhawatirkan air dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung, atau telinga.
Masuknya air melalui lubang-lubang tersebut dapat membatalkan puasa. Karena itu berenang termasuk hal makruh saat puasa ramadhan.
Tetapi jika yakin tidak akan ada air yang masuk secara sengaja maupun tidak sengaja melalui lubang mulut, hidung dan telinga, maka berenang diperbolehkan.
Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, dari Abu Bakar bin Abdirrahman bin Al Harits.
Bahwasanya ada seseorang yang melihat Rasulullah SAW mengguyur kepalanya dengan air saat beliau berpuasa di hari yang panas.
Menurut Imam Nawawi orang yang berpuasa boleh mandi atau berendam di dalam air. Entah mandi biasa maupun mandi wajib.
Tetapi berenang tetap dimakruhkan karena sangat besar kemungkinannya air masuk ke tubuh melalui mulut, hidung dan telinga.
Jika air masuk, maka batallah puasanya dan harus mengganti di luar Ramadhan.
Jika bersikeras berenang dan menyangka akan mampu mengendalikan agar air tidak masuk ke tubuh dan ternyata gagal, maka puasanya batal.
Orang tersebut wajib menggantinya di luar Ramadhan dan bertaubat atas kesalahannya.
Imam Ibnu Hajar Al Haitami menambahkan bahwa air yang masuk ke tubuh saat mandi karena tidak sengaja tidak membatalkan puasa dan hukumnya makruh.
Sementara jika dengan sengaja memasukkan air ke dalam tubuh maka hukumnya berdosa dan puasanya batal.
Sedangkan Imam Ar-Ramli menyatakan bahwa jika sudah tahu bahwa air biasanya dapat masuk ke dalam tubuh saat berenang atau berendam.
Tetapi tetap dilakukan, maka hukumnya haram dan puasanya batal.
Bercumbu dan Mencium Istri
Bercumbu, bermesraan, dan mencium istri juga hal makruh saat puasa Ramadhan kecuali bagi orang-orang yang kuat menahan nafsu syahwatnya.
Hal ini dikarenakan kekhawatiran bahwa aktivitas tersebut dapat memancing nafsu sehingga tanpa bisa dicegah keluarlah mani ketika bermesraan.
Jika hal tersebut terjadi, maka batallah puasanya, seperti yang tercantum dalam kitab Syarh An Nawawi, 4/85.
Hal tersebut senada dengan hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW biasa bercengkrama dan mencium istrinya saat beliau sedang berpuasa.
Hal ini karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya. Hadist ini tercantum dalam Sahih Bukhari nomor 1927 dan Muslim nomor 1106.
Jadi, boleh saja bersentuhan kulit bagian luar suami istri asal tidak bersetubuh saat puasa, asalkan benar-benar yakin dapat menahan nafsu syahwat.
Namun karena hal tersebut sangat sensitif dan dikhawatirkan kebablasan, maka ini menjadi hal makruh saat puasa Ramadhan bagi mereka yang tidak yakin dapat benar-benar menahan diri.
Mencicipi Makanan
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak masalah seseorang yang sedang berpuasa mencicipi sesuatu (makanan), asalkan tidak masuk ke kerongkongan.”
Hadist ini hasan menurut Syaikh Al Albani dalam Irwa’ No. 937, dan menunjukkan bolehnya mencicipi makanan saat berpuasa asal tidak ditelan.
Ibnu Taimiyah menambahkan, “Mencicipi makanan saat berpuasa terlarang bagi orang yang tidak memiliki hajat (tidak ada keperluannya), tetapi perbuatan ini tidak membatalkan puasanya.
“Sementara mereka yang memiliki hajat (ada keperluan), maka hukumnya seperti berkumur-kumur.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 25:266-267).
Maksud dari hadist dan fatwa ulama di atas adalah, jika seseorang yang sedang berpuasa mencicipi makanan tetapi tidak menelannya, maka hukumnya makruh.
Hal itu terlarang dan dapat mengurangi nilai puasa, tetapi tidak membatalkan puasanya. Karena dikhawatirkan makanan tersebut akan tertelan walaupun sedikit dan tidak sengaja.
Namun berbeda jika orang itu ada keperluan sehingga harus mencicipi makanan. Misalnya ibu yang memasak dan ingin memastikan rasa masakannya, maka hukumnya mubah (boleh).
Jadi, sebaiknya hindari mencicipi makanan atau minuman walaupun sedikit, jika tidak terpaksa.
Lima hal makruh saat puasa ramadhan di atas adalah hal-hal yang riskan dan berisiko membatalkan puasa. Karenanya sebaiknya tinggalkan perbuatan tersebut.
Jangan sampai karena merasa dapat menjaga diri dan melakukan hal yang makruh, puasa malah jadi berkurang nilainya atau bahkan batal.
Demikian penjelasan mengenai hal makruh saat puasa Ramadhan. Lengkap dengan hadist dan fatwa ulama yang mendasarinya. Semoga bisa menjadi bimbingan dan manfaat.