Urutan bulan Jawa merupakan bagian integral dari sistem kalender tradisional yang memiliki kedalaman budaya yang kaya dan unik.
Kalender Jawa tidak hanya sekedar menandai waktu, tetapi juga mencerminkan aspek-aspek penting dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Dalam sistem urutan bulan Jawa, ada dua belas bulan yang membentuk satu tahun, masing-masing dengan ciri khas dan makna tersendiri.
Sejarah Urutan Bulan Jawa
Kalender Jawa telah lama menjadi panduan penting bagi masyarakat Jawa, digunakan oleh Kesultanan Raja Mataram dan kerajaan-kerajaan lainnya.
Merupakan hasil perpaduan antara Kalender Saka dan Kalender Hijrah, sistem penanggalan ini menunjukkan keunikan tersendiri dibandingkan dengan kalender lainnya.
Fungsinya tidak hanya sekedar menentukan momen-momen penting seperti hari pernikahan, tetapi juga digunakan untuk menganalisis watak seseorang dan meramalkan nasib.
Konsep Kalender Jawa mencerminkan perputaran hidup manusia dengan takdir yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Meskipun terdiri dari 12 bulan layaknya kalender Masehi, penamaan hari, bulan, dan tahunnya berbeda.
Tahun 2023 dalam kalender Jawa saat ini berjalan sebagai tahun ke-1956, menunjukkan warisan sejarah yang masih dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa.
Urutan bulan Jawa dalam kalender Jawa bukanlah sekadar penanda waktu, tetapi juga cerminan budaya yang kaya dan warisan tradisional yang kuat.
Setiap bulannya memiliki sejarah yang kaya akan makna, tidak hanya dari segi astronomi tetapi juga dari sudut pandang kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Jawa yang kental.
Nama-nama bulan Jawa mencerminkan hubungan erat antara budaya, alam, dan nilai-nilai spiritual yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
Sejarah nama-nama bulan Jawa adalah cerminan dari perpaduan antara tradisi Hindu, Budha, dan Islam yang kuat di masyarakat Jawa.
Nilai-nilai spiritual, siklus alam, serta kehidupan sehari-hari tercermin dalam nama-nama bulan ini, mengingatkan kita akan kekayaan warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.
Urutan Bulan Jawa dan Maknanya
Mari kita telaah lebih lanjut urutan bulan Jawa dan makna dari setiap bulan dalam kalender Jawa yang kaya akan warisan budayanya.
Bulan Sura
Bulan pertama dalam kalender Jawa adalah Bulan Sura. Bulan ini sering dianggap sebagai awal tahun baru dalam kalender Jawa. Sura juga memiliki makna spiritual yang dalam bagi masyarakat Jawa.
Bulan Sapar
Sapar menyusul setelah Bulan Sura. Bulan ini sering dihubungkan dengan perayaan tradisional dan kegiatan religius yang penting dalam budaya Jawa.
Bulan Mulud
Urutan bulan Jawa selanjutnya yaitu Mulud yang memiliki makna penting dalam tradisi Islam, terutama terkait dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Masyarakat Jawa merayakan bulan ini dengan berbagai ritual keagamaan.
Bulan Bajan
Bulan ini sering kali dihubungkan dengan aktivitas pertanian. Masyarakat Jawa pada umumnya melakukan persiapan dan aktivitas bercocok tanam di bulan ini.
Bulan Pahing
Pahing adalah bulan yang dipercayai memiliki energi yang baik untuk memulai proyek baru atau memulai usaha. Banyak kegiatan dijalankan pada bulan ini untuk mencapai kesuksesan.
Bulan Kedasa
Bulan Kedasa adalah waktu yang sering dipilih untuk mengadakan pernikahan atau acara penting lainnya dalam budaya Jawa. Dipercaya sebagai bulan yang membawa keberuntungan.
Bulan Dulkangidah
Urutan bulan Jawa selanjutnya yaitu Dulkangidah sering dianggap sebagai bulan yang membawa kesuburan dan kesejahteraan.
Masyarakat Jawa sering melakukan ritual atau upacara khusus pada bulan ini untuk memohon berkah.
Bulan Jumadilawal
Bulan ini memiliki makna religius yang dalam, seringkali terkait dengan peringatan peristiwa penting dalam sejarah Islam.
Bulan Jumadilakhir
Sama seperti Bulan Jumadilawal, Bulan Jumadilakhir juga memiliki signifikansi dalam konteks sejarah dan spiritualitas Islam.
Bulan Rejeb
Rejeb sering dianggap sebagai bulan yang penuh berkah dan kebaikan. Masyarakat Jawa sering melakukan puasa atau amalan keagamaan lainnya selama bulan ini.
Bulan Ruwah
Bulan Ruwah dipercayai sebagai waktu di mana roh nenek moyang kembali ke dunia ini. Masyarakat Jawa melakukan upacara khusus untuk menghormati leluhur mereka.
Bulan Pasa
Pasa merupakan bulan terakhir dalam kalender Jawa sebelum kembali ke Bulan Sura. Bulan ini juga sering dihubungkan dengan persiapan akhir tahun dan perayaan yang meriah.
Setiap bulan dalam kalender Jawa memiliki peran dan makna yang mendalam dalam kehidupan masyarakatnya.
Warisan budaya yang terkandung di dalamnya memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai, tradisi, dan kepercayaan yang dipegang teguh oleh masyarakat Jawa dari generasi ke generasi.
Kalender Jawa, dengan urutan yang khas dari Bulan Sura hingga Pasa, mencerminkan siklus alam, kehidupan sehari-hari, dan nilai-nilai spiritual yang dijunjung tinggi.
Dalam memahami urutan bulan Jawa, kita juga dapat memahami lebih dalam tentang kaya akan kearifan lokal yang diperkaya oleh perpaduan antara agama, kepercayaan, dan budaya yang unik.
Siklus Hari Dalam Kalender Jawa
Kalender Jawa dikenal dengan memiliki dua siklus hari yang berbeda, yaitu siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Senin hingga Ahad), dan siklus pekan pancawara yang memuat lima hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon).
Dalam siklus mingguan urutan bulan Jawa, masyarakat Jawa meyakini bahwa konsep tujuh hari dalam seminggu mencerminkan proses penciptaan alam semesta oleh Tuhan yang terdiri dari tujuh tahap.
Berikut adalah daftar nama-nama hari dalam kalender urutan bulan Jawa siklus mingguan:
- Radite-Ngahad-Minggu: yang melambangkan keadaan meneng (diam).
- Soma-Senen-Senin: yang melambangkan kemajuan.
- Hanggara-Selasa-Selasa: yang melambangkan gerakan mundur.
- Buda-Rebo-Rabu: yang melambangkan pergerakan ke kiri.
- Respati-Kemis-Kamis: yang melambangkan arah ke kanan.
- Sukra-Jemuwah-Jumat: yang melambangkan pergerakan ke atas.
- Tumpak-Setu-Sabtu: yang melambangkan turunnya sesuatu.
Sementara dalam siklus pekan pancawara, hari-hari pasaran merepresentasikan posisi sikap (patrap) bulan:
- Kliwon (Asih): yang melambangkan posisi berdiri atau jumeneng.
- Legi (Manis): yang melambangkan perubahan arah atau mungkur.
- Pahing (Pahit): yang melambangkan menghadap atau madep.
- Pon (Petak): yang melambangkan posisi tidur atau sare.
- Wage (Cemeng): yang melambangkan sikap duduk atau lenggah.
Penanggalan Bulan Dalam Kalender Jawa
Penanggalan bulan dalam kalender Jawa menggambarkan fase-fase perubahan bulan setiap bulannya. Saat memasuki tanggal pertama, bulan terlihat sangat kecil seperti goresan, dianggap sebagai simbol bayi yang baru lahir.
Seiring berjalannya waktu, bulan perlahan membesar dan menjadi lebih terang, mencerminkan pertumbuhan anak yang tumbuh menjadi dewasa.
Pada hari ke-14, bulan Jawa dikenal sebagai Badr Siddhi, yang menandai purnama yang melambangkan pernikahan dan kedewasaan seseorang dengan pasangannya.
Sementara itu, tanggal ke-15 di kalender Jawa menandai bulan purnama.
Pada tanggal 20, disebut sebagai panglong dalam kalender Jawa, merupakan saat di mana orang-orang mulai kehilangan ingatan mereka.
Di tanggal 25, yang dikenal sebagai sumur, orang-orang mulai memperhatikan kehidupan mereka dengan lebih peduli, terutama terhadap anak-anak.
Ketika mencapai tanggal ke-26, yang disebut Manjing, konsep kehidupan manusia dikembalikan ke asalnya.
Setiap fase dalam penanggalan bulan Jawa memiliki makna dan simbol tersendiri, mencerminkan perjalanan kehidupan dari kelahiran hingga kembali ke sumbernya.
Dalam kalender Jawa, informasi lengkap mengenai penamaan hari, bulan, dan penanggalan bulannya dapat ditemukan.
Urutan bulan Jawa menyajikan pandangan unik mengenai siklus kehidupan yang diungkapkan melalui perubahan-perubahan bulan setiap periode waktu tertentu.