Indonesia kembali diguncang oleh meningkatnya kasus kejahatan siber yang menyerang ribuan masyarakat secara digital. Kejahatan yang mencakup phishing, penipuan online berkedok lowongan kerja, hingga pencurian data pribadi melalui aplikasi palsu kini semakin marak terjadi.
Berdasarkan laporan dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), tercatat lebih dari 13.000 laporan kejahatan siber terjadi hanya dalam 5 bulan pertama tahun 2025. Ini menunjukkan peningkatan sebesar 26% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Modus Baru: Phishing Menggunakan Deepfake dan QR Code
Para pelaku kejahatan siber kini semakin canggih dalam menipu korban. Salah satu modus terbaru adalah penggunaan deepfake — teknologi kecerdasan buatan yang bisa meniru suara dan wajah seseorang secara meyakinkan. Korban dimanipulasi untuk percaya bahwa mereka sedang berbicara dengan kerabat, atasan, atau pejabat resmi.
Selain itu, modus phishing berbasis QR Code juga menjadi perhatian serius. Pelaku menyebarkan tautan palsu melalui WhatsApp, email, dan media sosial. Ketika korban memindai QR code tersebut, mereka diarahkan ke situs palsu yang sangat mirip dengan situs resmi—mulai dari marketplace hingga bank digital.
“Kami menemukan banyak kasus di mana korban tidak sadar bahwa mereka telah memberikan informasi penting ke situs palsu. Mereka tertipu karena tampilan websitenya nyaris identik dengan yang asli,” ujar Kombes Pol. Adi Wicaksono, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim.”
Kerugian Ditaksir Capai Triliunan Rupiah
Salah satu kasus besar yang terjadi adalah penipuan lowongan kerja palsu yang melibatkan jaringan internasional. Para korban dijanjikan pekerjaan di luar negeri dan diminta membayar “biaya administrasi” hingga jutaan rupiah. Saat ini, total kerugian dari kasus ini saja ditaksir mencapai Rp1,5 triliun, dengan lebih dari 800 korban.
Selain itu, terdapat kasus pencurian data melalui aplikasi pinjaman online ilegal, yang mengakses seluruh kontak, galeri, dan data pribadi pengguna. Banyak korban kemudian diintimidasi atau dipermalukan secara online oleh para pelaku.
Mengapa Banyak Orang Masih Jadi Korban?
Ada beberapa alasan mengapa kejahatan ini terus memakan korban:
- Kurangnya literasi digital di kalangan masyarakat umum
- Kepercayaan berlebih terhadap tautan atau pesan dari orang tak dikenal
- Desakan ekonomi, terutama ketika pelaku menawarkan “kerja cepat dengan gaji tinggi”
- Kurangnya regulasi kuat terhadap platform digital dan aplikasi palsu
Tips Agar Terhindar dari Kejahatan Siber
Agar tidak menjadi korban berikutnya, berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan masyarakat:
- Selalu verifikasi informasi dari pihak resmi (misal: perusahaan, bank, instansi pemerintah).
- Gunakan autentikasi dua langkah (2FA) untuk semua akun penting.
- Hindari mengklik tautan mencurigakan, terutama yang dibagikan oleh nomor asing atau akun tak dikenal.
- Waspadai aplikasi pinjol ilegal yang meminta izin akses tidak wajar.
- Laporkan kejadian kejahatan siber ke situs resmi patrolisiber.id atau melalui aplikasi POLRI Super Apps.
Kasus-Kasus Populer yang Terjadi di Bulan Mei 2025
Berikut beberapa kasus kejahatan siber yang menyita perhatian publik di bulan Mei:
- Penipuan investasi berbasis crypto yang menipu lebih dari 3.000 orang di Jawa Tengah.
- Peretasan akun e-wallet milik pelajar dan mahasiswa melalui link palsu undangan digital.
- Penyebaran aplikasi APK palsu dengan ikon seperti WhatsApp atau Shopee yang mencuri data rekening korban.
Langkah Pemerintah dan Kepolisian
Untuk menanggapi gelombang kejahatan ini, Polri dan BSSN bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital Indonesia untuk:
- Menutup lebih dari 7.000 situs palsu
- Melacak jaringan internasional di balik penipuan lintas negara
- Meluncurkan kampanye literasi digital “Waspada Siber”