Banyak orang menganggap gejala penyakit Bell Palsy sebagai penyakit stroke karena memiliki gejala serupa. Padahal kedua penyakit ini sangat berbeda.
Kelumpuhan di saraf wajah tersebut diakibatkan peradangan saraf.
Gejala penyakit Bell Palsy tentunya cukup mengganggu aktivitas sehari-hari terutama untuk berkumur maupun minum.
Seringkali penderitanya mengalami keluhan mata kering dan kemerahan. Hal tersebut diakibatkan pelumasan mata tidak optimal.
Umumnya, Bell Palsy tidak berbahaya dan bisa disembuhkan secara sempurna.
Mengenal Bell Palsy
Penyakit Bell Palsy terjadi karena kelemahan yang terjadi di salah satu sisi otot wajah yang sifatnya sementara.
Apa Itu Bell Palsy?
Gejala bell palsy salah satunya adalah bagian sisi wajah yang terserang akan melorot. Umumnya, kondisi ini akan terjadi pada wanita hamil, pengidap penyakit diabetes dan HIV.
Saraf yang rusak di bagian wajah akan berdampak pada indera perasa dan tubuh yang menghasilkan air mata dan ludah.
Sebagian besar, Bell Palsy datangnya tiba-tiba dan akan membaik setelah seminggu. Separuh wajah penderitanya akan terkulai.
Untuk tersenyum hanya bisa di salah satu sisi saja. Bagian mata yang terkena Bell Palsy menolak untuk menutup.
Kondisi ini juga dikenal sebagai kelumpuhan wajah perifer akut yang penyebabnya belum diketahui pasti dan bisa terjadi pada semua usia.
Banyak ahli meyakini jika kondisi ini sebagai hasil dari pembengkakan dan peradangan saraf yang tugasnya mengontrol otot wajah.
Bisa juga penyebab Bell’s Palsy adalah reaksi yang terjadi setelah infeksi virus.
Faktor risiko Bell Palsy
Ditemukan faktor risiko penyakit Bell Palsy berkaitan dengan migrain dan kelemahan wajah serta anggota gerak.
Penelitian yang dilakukan tahun 2005 mengungkapkan bahwa orang yang mengidap migrain berisiko tinggi terkena Bell Palsy.
Selain itu, beberapa orang dengan kategori ini berisiko tinggi terkena Bell Palsy, antara lain:
- Orang dengan usia 15 hingga 60 tahun.
- Untuk pengidap diabetes atau penyakit pernapasan bagian atas.
- Wanita hamil trimester tiga.
Gejala penyakit Bell Palsy berulang akan jarang terjadi. Namun, dalam beberapa kasus, akan berpeluang besar jika ada riwayat keluarga dengan serangan berulang.
Sehingga bisa disimpulkan penyakit ini menunjukkan memiliki kecenderungan genetik.
Penyebab dan Gejala Penyakit Bell Palsy
Sampai saat ini, penyebab pasti Bell Palsy belum dipastikan. Namun, ada dugaan karena saraf yang mengendalikan otot mengalami gangguan.
Kelumpuhan disebabkan oleh peradangan infeksi virus, diperkirakan penyebabnya bisa dari virus herpes.
Penyebab Bell Palsy
Perlu digaris bawahi jika penyakit Bell Palsy tidak memiliki keterkaitan dengan stroke. Ada beberapa penyebab timbulnya Bell Palsy pada wajah, antara lain:
- Penyebab gejala penyakit Bell Palsy merupakan kelumpuhan wajah turunan. Kondisi ini terjadi saat anak terlahir lemah atau adanya kelumpuhan pada wajah.
- Penyebab selanjutnya yaitu cedera karena kecelakaan. Sehingga, menimbulkan luka robek pada dagu atau retak pada tulang tengkorak.
- Bisa juga disebabkan oleh cedera pasca tindakan operasi. Kondisi ini umumnya terjadi saat tindakan operasi kelenjar parotis.
Melansir National Institute of Neurological Disorder and Stroke, banyak ahli percaya bahwa beberapa virus memicu penyakit Bell Palsy, antara lain:
- Herpes simpleks.
- Cacar air dan herpes zoster.
- Mononukleosis menular.
- Infeksi sitomegalovirus.
- Penyakit pernapasan.
- Campak jerman atau rubella.
- Gondongan.
- Flu B.
- Coxsackievirus.
Begitu juga trauma fisik yang baru saja terjadi dan kurang tidur akan memungkinkan timbulnya gejala penyakit Bell Palsy.
Kondisi autoimun juga bisa menjadi salah satu pemicunya. Saraf wajah yang bereaksi terhadap infeksi akan menyebabkan tekanan di saluran tulang.
Peradangan yang melalui saraf wajah bisa mengurangi aliran darah dan oksigen ke sel-sel saraf.
Gejala Bell Palsy
Pada setiap pengidapnya, gejala Bell Palsy yang timbul akan berbeda. Kelumpuhan yang terjadi bisa pada satu sisi dan terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Kelumpuhan sebagian yang diakibatkan kelemahan otot ringan.
- Kelumpuhan total ditandai dengan tidak ada gerakan sama sekali. Namun, gejala penyakit Bell Palsy yang satu ini jarang terjadi.
Tak hanya itu, Bell Palsy membuat mulut serta kelopak mata penderitanya sulit untuk dibuka maupun ditutup.
Berikut ini beberapa gejala lain dari Bell Palsy, diantaranya:
- Penderita merasakan nyeri di telinga dan pada sisi wajah yang lumpuh.
- Telinga akan terpengaruh dan lebih sensitif terhadap suara.
- Telinga berdenging di salah satu atau keduanya.
- Penurunan atau perubahan indera perasa.
- Bagian mulut akan mudah mengeluarkan liur.
- Mulut terasa kering.
- Rasa sakit di bagian sekitar rahang.
- Sakit kepala dan pusing.
- Kesulitan makan, minum, dan berbicara.
Diagnosis dan Pengobatan Gejala Penyakit Bell Palsy
Pengobatan untuk penderita gejala penyakit Bell Palsy akan lebih efektif jika dilakukan lebih awal. Penderita dianjurkan segera mengunjungi dokter setelah mengalami gejala Bell Palsy.
Diagnosis Bell Palsy
Dokter akan mencari kondisi lain yang menyebabkan kelumpuhan wajah, seperti tumor, penyakit Lyme atau stroke.
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan kepala, leher dan telinga. Akan dilihat juga otot-otot wajah untuk menentukan apakah ada saraf lain yang terpengaruh.
Jika diagnosis masih belum mendapatkan hal pasti, maka akan dirujuk ke spesialis THT. Selanjutnya, akan dilakukan pemeriksaan berikut ini:
EMG
Prosedur elektromiografi atau EMG dilakukan dengan menempatkan elektroda di wajah pengidap gejala penyakit Bell Palsy.
Mesin akan mengukur aktivitas listrik saraf dan listrik otot sebagai respon stimulasi.
MRI, CT Scan atau Sinar X
Beberapa pemeriksaan, seperti MRI, CT Scan atau Sinar X bagus untuk menentukan apakah ada kondisi lain yang mendasari penyakit tersebut.
Pengobatan Bell Palsy
Untuk mengurangi pembengkakan pada saraf wajah, pengidap bisa menggunakan prednisolone atau kelompok obat kortikosteroid yang diresepkan dokter.
Sedangkan untuk pengobatan Bell’s Palsy untuk mencegah timbulnya masalah pada mata, pengguna memerlukan obat tetes mata.
Beberapa obat antivirus juga diberikan bersamaan dengan steroid akan bermanfaat bagi beberapa orang. Namun, untuk obat ini masih harus dilakukan penelitian lebih lanjut.
Untuk mengurangi gejala penyakit Bell Palsy bisa dilakukan terapi fisik. Otot yang lumpuh bisa menyusut dan memendek, sehingga harus mendapatkan penanganan yang tepat.
Hal tersebut akan menyebabkan kontraktur permanen. Ahli terapi fisik menunjukkan kepada Anda bagaimana cara memijat.
Sehingga akan melatih otot-otot wajah untuk mencegah gejala Bell Palsy kembali terjadi. Umumnya, pasien dengan gejala ringan akan membaik tanpa pengobatan.
Namun, dalam beberapa kasus langka, pasien yang tidak bisa pulih harus menjalani operasi untuk meredakan tekanan di permukaan saraf.
Operasi dekompresi dilakukan untuk menghilangkan tekanan yang timbul pada saraf wajah. Operasi dimaksudkan untuk membuka tulang yang melewati saraf.
Namun kini, operasi dekompresi tak dilakukan lagi. Pada kasus langka, operasi plastik diperlukan untuk memperbaiki saraf wajah. secara permanen.
Memulai gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan tinggi serat dan rutin berolahraga menjadi cara pencegahan paling efektif.
Gejala penyakit Bell Palsy tidak boleh dianggap sepele. Anda bisa segera mengunjungi dokter apabila mengalami gejala tersebut dan mendapat pertolongan medis.