Gunung sampah di Buleleng, Bali, telah menjadi viral setelah diunggah oleh seorang aktivis lingkungan bernama Gary Bencheghib dari Sungai Watch melalui akun media sosialnya.
Gary, yang merupakan warga negara Prancis, merasa terkejut saat menemukan gunung sampah di Buleleng setinggi sekitar 50 meter berada di dekat hutan, dengan mayoritas sampah yang terdiri dari plastik.
“Dalam perjalanannya mengikuti sungai yang dipenuhi plastik, dia sampai pada pemandangan ini,” tulis Gary dalam unggahannya pada Selasa (25/7/2023).
Video pendek berdurasi sekitar 38 detik juga diposting oleh Gary, yang menampilkan tumpukan sampah tersebut.
Dia juga merekam gambar dari udara untuk menunjukkan bagaimana gunung sampah di Buleleng tersebut dikelilingi oleh pepohonan namun didominasi oleh sampah plastik.
Klarifikasi DLH Atas Video Viral Gunung Sampah di Buleleng
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng, Gede Melandrat, membenarkan bahwa lokasi dalam video tersebut berada di Dusun Kajanan, Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng.
Bahkan, pihaknya bersama tim DLH telah mengunjungi lokasi gunung sampah di Buleleng itu pada Jumat (4/8/2023).
Melandrat menjelaskan, bahwa pengelolaan sampah di daerah tersebut masih mengandalkan metode lama, yaitu sistem “kumpul angkut buang.”
Tempat tersebut telah digunakan sebagai tempat pembuangan sampah selama puluhan tahun.
Gunung sampah di Buleleng berasal dari Desa Ringdikit, terutama dari dua dusun.
Yaitu Dusun Kajanan dan Kelodan, dengan total 1.114 kepala keluarga (KK) sebagai sumbernya.
“Tempat pengumpulan sampah ini berstatus tanah desa adat dengan luas 28 are,” tambahnya.
Untuk mengatasi permasalahan tumpukan sampah tersebut, DLH berencana untuk menawarkan beberapa solusi kepada desa setempat.
Beberapa solusi jangka pendek termasuk pengelolaan sampah berbasis sumber dengan cara memilah sampah sesuai Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019, dengan mengaktifkan kembali gerakan menabung sampah melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) setempat, serta melakukan kerja sama dengan Bank Sampah Induk (BSI) E-Darling.
Selain itu, solusi jangka menengah bisa mencakup usulan untuk pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu, Tempat Pembuangan Sampah, dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPS3R).
Dengan cara ini, diharapkan lokasi tempat pembuangan sampah saat ini dapat ditutup dan digantikan oleh fasilitas yang lebih modern dan ramah lingkungan guna mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Perbekel Desa Ringdikit, I Made Sumadi (58), juga membenarkan bahwa lokasi tersebut berada di desanya.
Dia mengungkapkan bahwa tempat tersebut telah lama digunakan sebagai tempat pembuangan sampah oleh masyarakat.
Lokasi ini merupakan pangkung (jurang) milik Desa Adat Ringdikit, bukanlah hutan, dengan luas sekitar 28 are.
Sumadi berharap pemerintah dapat memberikan bantuan untuk pembangunan TPS3R di desanya, karena hal ini merupakan harapan dari seluruh warga desa.
Meskipun usulan tersebut telah diajukan setiap tahun, hingga saat ini belum juga terealisasi.
“Kami berharap agar bantuan TPS3R bisa diwujudkan untuk desa kami,” ungkapnya.