Sebutan ‘petugas partai’ yang disampaikan oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi perbincangan yang kontroversial.
Ade Armando menyuarakan permintaan agar Megawati tidak lagi menggunakan istilah petugas partai untuk mengacu pada Presiden Jokowi.
Ade Armando VS PDIP
Dalam sebuah video yang diunggah di akun Twitter-nya pada Selasa (1/8/2023), Ade Armando menyoroti bahwa pernyataan Megawati tersebut telah diulang-ulang beberapa kali.
Ia juga mempertanyakan sikap Megawati yang tampak tidak peduli terhadap reaksi negatif dari beberapa pihak terkait penggunaan istilah tersebut.
“Minggu lalu, pada hari Rabu, saat peresmian kebun Raya Mangrove di Surabaya, Jawa Timur, Ibu kembali menyebut Pak Jokowi sebagai petugas partai. Ia bahkan tidak peduli jika ada yang tidak menyukai pernyataannya. Ia juga mengatakan bahwa Pak Jokowi adalah orang PDIP, sehingga seharusnya mendapat dukungan dari PDIP,” ujar Ade.
Ade Armando berpendapat bahwa Jokowi adalah seorang kader PDIP yang telah memberikan kontribusi besar bagi rakyat Indonesia.
Ia memperingatkan bahwa para pendukung Jokowi mungkin akan menarik dukungan mereka terhadap kandidat calon presiden dari PDIP, Ganjar Pranowo, jika Megawati terus menggunakan istilah petugas partai.
“Kita semua tahu bahwa Presiden Jokowi adalah putra terbaik PDIP yang telah dipersembahkan untuk Indonesia. Tetapi, tolong jangan terus-menerus menyebutnya sebagai petugas partai. Ini bisa menyakiti hati para pendukung Jokowi, Bu. Dan jika mereka tersinggung, kemungkinan akan menarik dukungan mereka dari Pak Ganjar. Jadi, tolonglah, Bu, tolong ingatkan Bu Mega agar tidak menggunakan istilah petugas partai untuk merujuk pada Pak Jokowi. Baiklah?” pungkasnya.
Hendrawan Supratikno: Istilah Petugas Partai Terlalu Disalahpahami
Menanggapi pernyataan Ade Armando, politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, memberikan tanggapannya.
Hendrawan menyatakan terima kasih atas masukan dari Ade Armando dan beberapa pihak lainnya.
Ia menyadari bahwa istilah petugas partai sering kali disalah pahami dan bahkan telah dicoba untuk didiskreditkan oleh beberapa pihak, terutama yang mengusung narasi deparpolisasi.
Hendrawan kemudian menjelaskan bahwa istilah petugas partai sebenarnya merujuk pada individu yang dipercayakan oleh partai untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat.
Menurutnya, tugas-tugas yang diemban oleh petugas partai ini adalah mulia, karena politik adalah seni mengkonversi aspirasi kebajikan menjadi aspirasi kebijakan.
Ia menyayangkan upaya-upaya yang bertujuan untuk menggambarkan istilah ‘petugas partai’ sebagai sesuatu yang bersifat partisan.
Baginya, partai politik seharusnya tidak bertentangan dengan kepentingan rakyat, melainkan bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama yang mengutamakan kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan.
“Dalam iklim yang sangat liberal, kedaulatan ada di tangan individu. Peran organisasi politik dianggap minim. Namun, dalam kultur gotong royong, rakyat justru memiliki kekuatan melalui persatuan dan kebersamaan. Kesetaraan nasib dan cita-cita menjadi semangat perjuangan dan pengabdian,” tambahnya.
Hendrawan menegaskan bahwa kesalahpahaman terhadap makna istilah ‘petugas partai’ harus diatasi.
Tanpa mengutamakan aspirasi rakyat, partai politik akan kehilangan vitalitas dan eksistensinya.
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi politik yang berorientasi pada kepentingan rakyat, Hendrawan berharap agar perdebatan mengenai istilah ini dapat diatasi dengan dialog dan pemahaman bersama.
Ia berpendapat bahwa keberpihakan kepada aspirasi rakyat adalah kunci keberhasilan sebuah partai politik dalam mewakili dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.