RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU PDKJ) yang kini menjadi RUU usulan DPR RI, telah mendapatkan persetujuan dalam rapat paripurna DPR.
Meski disetujui, penolakan terhadap RUU PDKJ ini muncul karena poin utamanya yang mencakup penunjukan pemimpin Jakarta oleh Presiden.
PKS Menolak RUU PDKJ, 8 Fraksi Setuju
Keputusan pengesahan RUU Daerah Khusus Jakarta menjadi RUU usulan DPR dibuat dalam rapat paripurna di Gedung Nusantara II MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa (4/12/2023).
Pimpinan rapat paripurna, yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, didampingi oleh beberapa wakil, antara lain Lodewijk F Paulus, Rachmat Goble, dan Sufmi Dasco Ahmad.
Menurut penjelasan Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus, dari 8 fraksi yang ada, hanya Fraksi PKS yang menolak RUU PDKJ berdasarkan laporan Badan Legislasi DPR.
Langkah selanjutnya adalah meminta perwakilan dari 8 fraksi yang menyetujui untuk menyampaikan draf pandangan fraksi masing-masing.
Hanya Fraksi PKS yang memilih menyampaikan pandangannya secara tulisan dan lisan.
Lodewijk F Paulus mengumumkan hasil dari laporan Badan Legislasi terkait RUU inisiatif Baleg tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Delapan fraksi, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, Demokrat, PKB, PAN, dan PPP, menyetujui, sementara Fraksi PKS menolak.
Pimpinan DPR kemudian mengajukan pertanyaan kepada anggota Dewan apakah RUU Daerah Khusus Jakarta bisa disetujui sebagai RUU usulan DPR.
Semua anggota menyatakan setuju.
Dalam struktur pemerintahan, RUU ini mencakup penunjukan dan pemberhentian gubernur serta wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta oleh Presiden, dengan mempertimbangkan usul dari DPRD.
Ketentuan ini tercermin dalam Pasal 10 RUU, yang menyatakan bahwa masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
RUU Daerah Khusus Jakarta menetapkan bahwa Jakarta akan menjadi pusat perekonomian nasional dan kawasan aglomerasi.
RUU PDKJ dengan fokus pada perdagangan, layanan jasa, layanan jasa keuangan, dan kegiatan bisnis nasional, regional, dan global.
Meskipun berubah status menjadi Daerah Khusus, kepemimpinan Jakarta akan tetap dipegang oleh gubernur dan wakil gubernur yang ditunjuk oleh Presiden berdasarkan usul DPRD.
Pasal 19 dari RUU ini menguraikan kewenangan khusus Daerah Khusus Jakarta dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, termasuk penanaman modal dan pendidikan.
Selain itu, Pasal 64 menyatakan bahwa Jakarta tetap menjadi Ibu Kota Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Pemerintah pusat akan menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan beberapa kawasan strategis, seperti Kawasan Gelora Bung Karno, Kawasan Monumen Nasional (Monas), dan Kawasan Kemayoran, kepada Provinsi Jakarta.